Opini

Menulis Kawan Sendiri Itu, Rasa Menyenangkan yang Beda | oleh: Purwadmadi Admadipurwa

548
×

Menulis Kawan Sendiri Itu, Rasa Menyenangkan yang Beda | oleh: Purwadmadi Admadipurwa

Sebarkan artikel ini
PURWADMADI: Hidup tak jauh jauh dari tulisan dan menulis. (dok. pribadi)

MENULIS itu menyenangkan. Mungkin oleh sebab menyukainya sebagai pekerjaan.

Tapi, menulis tentang kawan sendiri, rasa menyenangkannya  beda.  Saya mengenal Mas Bondan Nusantara sejak masuk dalam jajaran redaksi majalah berbahasa Jawa MEKAR SARI.

Advertisiment
Scroll ke bawah untuk berita selengkapnya

Sementara saya reporter baru surat kabar Kedaulatan Rakyat. Bekerja di grup media yang sama.

Bahkan, ruang reporter ada bersama di ruang kerja Mas Bondan yang menjadi staf redaktur senior Handung Kussudyarsana dan Soewarijoen.

Hampir setiap hari bertemu. Dan, rupanya memiliki  fokus minat yang sama: seni budaya. Lebih khusus lagi budaya Jawa.

Apalagi ada seorang sarjana sastra Jawa, Y Sarworo Suprapto yang memilih kerja sebagai jurnalis. Sring datang ke ruang redaksi itu seniman, sastrawan, budayawan ternama di Yogyakarta.

BACA JUGA: Samsat Kota Yogyakarta Juara Lagi, Siap Bikin Hattrick

Datang untuk ngobrol seni budaya secara santai. Cenderung bumbu candanya lebih banyak. Juga sama sama tahu, kalau Mas Bondan Nusantara sering diajak Romo nDung bertandang dan bertemu tokoh di Yogyakarta.

Diajak untuk tugas liputan, wawancara, atau sekadar reriungan ngobrol ringan. Mas Bondan aktif pula di Kethoprak Sapta Mandala. Kethoprak ini pimpinan hariannya Romo nDung.

Pengetahuan seni kethoprak mudah didapat dari keterangan dua tokoh ini. Soal mendalami reportase seni budaya (tradisi Jawa) sering berdiskusi dan mengulas agenda budaya.

Sampai masa selanjutnya, meski berbeda ruang dan tempat kerja, kami terus berhubungan dan berteman.

Dunia kethoprak terus jadi materi dialog pertemuan kami. Lepas 35 tahun kemudian, saya mendapat tugas menulis semacam biografi Mas Bondan sehingga menjadi grogi.

BACA JUGA: PCR Tak Efektif jadi Syarat Perjalanan, Epidemiolog UGM: Jika Perlu Dicabut

BIOGRAFI: Karya terbaru Purwadmadi.

Menulis teman sendiri. Saya coba ambil jarak dan menempatkan Mas Bondan sebagai objek tulisan yang berada dalam peta teks.

Menempatkan mas Bondan dalam konteks sebagai wong kethoprak luar dalam lair batin. 100 persen kethoprak. Bondan dan konteks kekethoprakannya.

Seorang sahabat Mas Bondan, Pak Edy Sulistyanto melihat secara intuitif dan pengalaman bekerjasama selama 30 tahun lebih dalam pendidikan kethoprak dan kethoprak pendidikan.

Ia merasakan Mas Bondan dalam kiprahnya sangat bermakna bagi kehidupan seni kethoprak. Kinerja dan performa Mas Bondan dalam berkethoprak dan mengethoprak sangat layak ditulis.

Selanjutnya, saya mencoba membuat reportase tentang Mas Bondan dengan dan dalam kethoprak. Alhamdulillah selesai saya tulis. Lalu, diterbitkan  sahabatnya, Edy Sulistyanto.

Kali ini, buku “BONDAN NUSANTARA Mewajah Kethoprak Indonesia” dengan pengantar Bapak Dr. Hilmar Farid dan Ibu Barbara Hatley. Sumangga. Moga berkah dan manfaat. (*)

  • Penulis adalah Pelaksana Redaksi MATA BUDAYA, pemerhati dan penulis seni budaya