ZonaJogja.Com – Warga Padukuhan Mranggen, Candirejo, Semanu, Gunung Kidul perlu diacungi jempol.
Selama 11 tahun, penduduk memproduksi tempe yang dibungkus dengan daun awar-awar.
Penggunaan daun awar-awar untuk membungkus tempe terbilang langka.
“Umumnya bungkus tempe masih menggunakan plastik, daun jati atau daun pisang,” ujar Pipin Yuliyanto.
BERITA LAIN: Afnan dan Syauqi Hadiri Pelantikan PMMI DIY, Syukri Ajak Mak Mak Berjuang
Pipin adalah ketua Kelompok 45 Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY).
Penggunaan daun awar-awar ada sejarahnya. Waktu itu, setiap musim kemarau, warga kesulitan mendapatkan dau pisang atau daun jati untuk membungkus tempe.
Akhirnya, ada inisiatif memanfaatkan daun awar-awar. Selain mudah ditemui, penggunaan daun awar-awar tidak begitu merusak rasa khas tempe.
Biaya produksinya juga berbeda dibandingkan penggunaan daun pisang atau jati.
BERITA LAIN: Hotel Limaran Pernah jadi Perpustakaan UGM, Ini Catatan Sejarahnya
“Keunikan ini yang membuat kami tertarik menggali potensi produksi tempe di Mranggen,” kata Pipin memberi alasan.
Sayangnya, produksi tempe bungkus daun awar-awar belum diatensi Pemkab Gunungkidul.
Selain itu, proses pembuatan tempe juga masih manual. Tanpa alat. Sehari hanya memproduksi sekitar 2 ribu tempe.
Sementara harga jual Rp 250 per bungkus. Padahal, harga kedelai sering berubah, karena masih import.
“Kami berharap semoga ada kepedulian dari pemerintah daerah memberi modal agar UMKM bisa semakin berkembang,” ujar Mukirah, pemilik usaha tempe bungkus daun awar-awar.
BERITA LAIN: Pameran Alutsista di Jogja City Mall, Sudah Lihat Belum?
Kepala Dukuh Padukuhan Mranggen, Rumiyanti mengaku senang dengan kehadiran mahasiswa KKN 45 UMBY.
Pasalnya, warga Padukuhan Mranggen belum pernah mendapat pelatihan apapun.
“Saya berharap mahasiswa dapat memberi ilmu tentang kehigienisan, pemasaran dan ilmu strategi memajukan UMKM di Mranggen,” kata Rumiyanti. (*)