ZonaJogja.Com – Jaman telah berubah. Membuang sampah di Kota Yogyakarta tak lagi menunggu gerobak di depan rumah.
Atau memanfaatkan jasa pengambil sampah. Masyarakat dipaksa harus terbiasa membuang sampah di tempat pembuangan sampah (TPS).
Lokasi TPS yang dituju harus mengikuti ketentuan pemerintah daerah. Yakni, sesuai distrik TPS per wilayah.
Misalnya, tidak diperbolehkan warga Ngupasan membuang sampah di TPS Tamansari. Atau penduduk Gendingan membuang sampah di TPS Gondomanan.
BERITA LAIN: Keraton Yogyakarta, Seni dan Anak Muda l oleh Nasrul Khoiri
Warga harus dibiasakan membuang sampah pada pagi hari, antara pukul 05.30- 07.00.
“Sekarang tidak ada lagi jasa yang mengambil sampah di rumah. Harus membuang sendiri ke TPS,” ujar Nur, warga Rotowijayan.
Kesabaran penduduk saat membuang sampah juga diuji. Pasalnya, harus menunggu dan antri.
Tentu saja menanti kedatangan armada truk pengangkut sampah.
Di TPS Ngasem, misalnya. Masyarakat sudah berdatangan pukul 05.30. Mereka menentang kresek berisikan sampah.
BERITA LAIN: Anak jadi Korban Kekerasan Makin Banyak, Pelakunya Orang Terdekat
Ada yang sedikit, ada pula yang membawa 3-4 kresek. Bahkan, ada yang mengusung karung berisikan banyak sampah.
Karena TPS belum dibuka, warga berdiri di sisi jalan. Puluhan sepeda motor diparkir di sepanjang Jalan Ngasem.
Semua pandangan mata tertuju ke arah timur. Mengapa? Karena kedatangam truk dari arah Alun-alu Utara atau Alu-alun Selatan.
Selain datang lebih awal dan sabar, warga yang akan membuang sampah juga harus berstamina. Tangan harus kuat.
BERITA LAIN: 200 Ustadz dan Ustadzah Terima Insentif Rp 1 Juta per Orang
Penduduk dipaksa harus bisa melempar sampah. Dibutuhkan kekuatan agar kresek atau karung bisa masuk ke truk.
Ketika armada pengangkut sampah terlihat dari arah timur, penduduk langsung meringsek ke tengah jalan.
Satu per satu melempar sampah ke truk. Ada yang berhasil, ada pula sampah yang justru jatuh di jalan.
Konsekuensinya, warga harus membersihkan sampah yang berceceran di jalan.
BERITA LAIN: Bandara YIA jadi Tujuan Wisata, Pengunjung Terus Bertambah
Warga memberi penilaian kepada “sopir baik” atau “sopir tidak baik”. Dikatakan “sopir baik” bila memperlambat laju kendaraan.
Karena lambatnya kendaraan mempermudah warga melempar sampah di atas truk.
Sementara disebut “sopir tidak baik” bila mempercepat kendaraan. Karena penduduk mengaku kesulitan melempar sampah.
Begitu pula bagi warga datang kesiangan yang membuang sampah di truk sudah masuk “garasi” TPS, warga harus bisa melempar sampah di truk.
BERITA LAIN: Mengenang Shalat Ied di Alun-alun Utara Yogyakarta, jadi Ingat Masa Kanak-Kanak
Tingginya sekitar 2dua meter lebih. Jelas, ini membutuhkan tenaga yang kuat.
Itulah sebabnya, warga yang tergolong manula, termasuk ibu-ibu sering kerepotan.
Mereka selalu gagal memasukkan kresek di atas truk. Dan, harus diulang hingga sampah berada di truk.
Begitulah pemandangan sehari-hari di tempat pembuangan sampah di Kota Yogyakarta. Sampai kapan? (*)