ZonaJogja.Com – Memandikanjenazah. Tidak semua orang sanggup melakoni pekerjaan ini.
Tapi, bagi Azariani Mujahidin, perempuan yang akrab disapa Yani ini justru mengaku senang diberi amanah memandikan pasien yang telah meninggal dunia.
Warga Ngadiwinatan, Kemantren Ngampilan, Yogyakarta ini telah 14 tahun memandikan jenazah.
Yani menjadi perukti jenazah di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta sejak tahun 2010.
“Saya memperoleh ilmu memandikan jenazah langsung dari ibu,” ujar Yani kepada ZonaJoga.Com beberapa waktu lalu.
BERITA LAIN: Selama Ramadhan, LazisMu RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta-Gamping Salurkan Rp 447 Juta Lebih
Perempuan kelahiran 1965 ini belajar langsung dari Romlah, ibu kandung. Pada tahun 1970, Romlah adalah perukti di PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Saat bertugas memandikan jenazah, Romlah sering mengajak Yani. Sebulan 1-2 kali.
Waktu itu, Yani adalah pelajar kelas 3 MTs Yogyakarta. Tapi, Yani hanya melihat ibunya memandikan jenazah dari tempat duduk.
Akhirnya, Yani praktik langsung. Menemani ibunya memandikan jenazah setelah menyelesaikan kuliah di Jurusan Matematika IKIP Yogyakarta (sekarang UNY, red) pada tahun 1990.
Yani tak lagi bisa mengingat berapa banyak jenazah yang telah dimandikan bersama ibunya.
BERITA LAIN: Haedar Nashir: Mas Afnan Berhak Maju jadi Calon Walikota
Pada tahu 2010, Yani kehilangan Romlah, ibunya. Lalu, RS PKU Muhammadiyah meminta Yuni menggantikan posisi ibunya.
Sejak 2010 sampai sekarang, Yani menjadi pegawai yang pekerjaannya memandikan dan mengkafani jenazah.
Sehari, isteri Dadang Dedianto ini memandikan 3-4 jenazah. Waktunya tidak tentu.
Tergantung panggilan dari rumah sakit. Kadang pagi, siang, sore atau kadang malam.
Pengurus Dikdasmen Pimpinan Ranting Aisyiyah Ngadiwinatan ini menceritakan, jenazah yang dimandikan dalam kondisi berbeda-beda.
BERITA LAIN: Beredar Flayer “Nganyarke Bupati Bantul”, Dukungan kepada Untoro Hariadi Bertambah
Ada yang meninggal biasa. Ada yang meninggal dunia karena sakit, infeksius, kecelakaan atau meninggal dunia yang tidak diketahui.
Apapun kondisi jenazah, Yani hanya mengiyaka. Ia tidak pernah menolak.
“Kecuali saat sakit atau ada acara di luar kota. Saya pamit,” kata ibu dari Anissa Tyas Puspita, Irfan Deni Faturrahman dan Rizky Khairunissa.
Ketika pandemi Covid19 melanda Indonesia, Yani mengaku lebih banyak libur.
Penanganan pasien yang meninggal dunia, termasuk akibat terinfeksi Covid-19, diambil alih tim khusus.
BERITA LAIN: Telkomsel Luncurkan Layanan eSIM, Begini Manfaat bagi Pelanggan
Bagi Yani, memandikan jenazah adalah ibadah yang menyenangkan.
Ia mendapatkan banyak hikmah. Jalan hidup yang dilewati bersama suami dan ketiga anaknya semakin lurus.
Selalu ada niat dan keinginan terus berbuat baik kepada siapapun. Rajin introspeksi.
Setelah memandikan jenazah, selalu memberi pengingat. Semua yang dimiliki semasa hidup tidak akan dibawa mati. Kecuali amal jariyah. (*)