ZonaJogja.Com – Pelaku bisnis hotel dan restoran di DIY mengaku pusing tujuh keliling pasca terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.
Inpres ini tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.
“Harus kami akui. Inpres ini berdampak buruk terhadap kelangsungan usaha hotel dan restoran di DIY,” terang Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono kepada ZonaJogja.Com, hari ini (18/2/2025).
Bahkan, dampaknya lebih dasyat dibandingkan saat menghadapi pandemi covid-19 pada tahun 2020-2022.
BERITA LAIN: Luar Biasa ! PSIM Jogja Promosi Liga 1, Lawan Bhayangkara FC pada Final Liga 2
Pasalnya, upaya pebisnis hotel dan restoran mendapatkan penghasilan yang bersumber dari uang “pelat merah” akan berkurang.
Dedi tidak menyebutkan prosentase berkurangnya pendapatan dari anggaran pemerintah daerah yang memanfaatkan jasa hotel dan restoran.
Namun, penurunan pendapatan tersebut bisa saja berdampak terhadap pengurangan tenaga kerja.
“Pahitnya begitu. Tapi, kami berupaya keras agar tidak terjadi. Kasihan karyawan memiliki keluarga yang harus dihidupi,” ujar Dedi melihatka wajah sedih.
Selain harus menggaji karyawan, pengelola hotel juga harus memikirkan pajak listrik, bayar langganan air bersih, biaya pemeliharaan, dan kebutuhan lain yang harus dipenuhi.
BERITA LAIN: Ray White Hadir di Sleman, Bantu Masyarakat Penuhi Kebutuhan Properti
Itulah sebabnya, PHRI DIY saat ini terus melakukan konsolidasi menyikapi dampak keluarnya Inpres 1 Tahun 2025.
Seperti diketahui, salah satu instruki presiden antara lain meminta gubernur, bupati dan walikota membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar.
Mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar lima puluh persen. Lalu, membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional.
Presiden juga meminta kepala daerah mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur.
BERITA LAIN: Menteri Abdul Mu’ti Senam Bersama 1.400 Siswa SD Muhammadiyah, Ajak Siswa Bangun Pagi dan Tidur Cepat
Memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik, serta tidak berdasarkan pemerataan antar perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran sebelumnya.
Lebih selektif memberi hibah langsung dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada kementerian/lembaga.
“Ditunggu saja dalam dua atau tidak bulan ke depan. Bagaimana kondisi usaha hotel dan restoran,” ujar Dedi yang juga owner Hotel Ruba Graha. (*)