YOGYAKARTA – Ini kisah seorang keluarga yang gelisah ketika jenazah saudaranya yang positif COVID-19 harus menunggu antrian dimakamkan.
“Saya sedih. Tapi bisa memahami keadaan yang sedang terjadi,” kata Jito, kerabat almarhum.
Jito menceritakan, Lamiyono, kakak iparnya tinggal di kampung Pakuncen, Wirobrajan.
Kakaknya telah terkonfirmasi COVID-19. Namun, Tuhan memutuskan lain. Kakaknya menghembuskan nafas terakhir pada Senin (12/7/2021) sekitar pukul 23.30 di rumahnya.
Lalu, kakaknya diambil petugas. Selanjutnya dibawa di salah satu rumah sakit.
BACA JUGA: DIY Hari Ini Tambah 2.731 Kasus Positif, Didominasi Hasil Tracing
Almarhum langsung dibawa ruang jenazah. Selasa (13/7/2021) sekitar pukul 13.30, jenazah disucikan. Lalu dimasukkan dalam peti yang sudah disiapkan.
“Tapi, jenazah masih berada di rumah sakit hingga Selasa malam,” terang Jito.
Jito sudah menghubungi pihak rumah sakit. Menanyakan waktu pemakaman.
Petugas memastikan, jenazah akan dimakamkan Selasa malam. Tapi, masih menunggu petugas yang sedang menyelesaikan prosesi pemakaman di tempat lain.
Sebenarnya, ada tim relawan yang siap memakamkan. Namun, kewenangan pengambilan jenazah berada di BPBD Kota Yogyakarta.
Jito tidak bisa berbuat banyak. Hanya bisa menunggu. Ia lantas mencoba menghubungi Posko Dukungan Operasi Satgas Penanganan TRC BPBD DIY.
BACA JUGA: Luhut Sebut Penurunan Mobilitas di DIY Cukup Bagus
“Siapa tau bisa membantu,” ujarnya.
Betul juga. Keinginan Jito direspon. Setelah melakukan koordinasi, Tim 5 Pemakaman TRC BPBD DIY segera melakukan persiapan
Pukul 21:53, Strada Putih PSC dan kendaraan ambulance menuju rumah sakit.
Lima menit kemudian, tim tiba di rumah sakit. Setelah seluruh petugas didekon, tim mengambil peti jenazah.
Dibawa menggunakan ambulans menuju Makam Kuncen Baru. Tim pemakaman tiba di lokasi pukul 22:21.
Prosesi pemakaman pun selesai pukul 22:46.
BACA JUGA: Pasien COVID-19 Sembuh di DIY Tembus 56.430 Orang
“Terimakasih kepada para relawan dari TRC BPBD DIY yang telah membantu mengubur kakak. Hikmah dari penundaan pemakaman adalah menunggu kedatangan anaknya dari Palembang,” kata Jito.
Jito mengisahkan, Lamiyono semasa hidupnya aktif di kampung. Ia pernah menjadi ketua RW selama dua periode.
Namun, ketika kakaknya meninggal karena terinfeksi COVID-19, tidak ada warga yang berani mendekat.
“COVID-19 ini sungguh-sungguh jahat. Telah memisahkan orang-orang yang sebenarnya telah lama menjadi sahabat,” tuturnya. (aza/asa)