YOGYAKARTA – Asosiasi Pengusaha Aluminium Yogyakarta (ASPAYO) dan Koperasi Umbul Jaya melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo cq Menteri Perindustrian.
Surat bernomor 01/SK/ ASPAYO – KUJ / lX /2021 perihal Kelangkaan Bahan Baku Aluminium bagi IKM.
Ditandatangani Ketua ASPAYO, Wahyudi Waluyo, dan Ketua Koperasi Umbuljaya Yogyakarta, Bambang Cahyana tanggal 13 September 2021.
Dua organisasi ini juga meminta bantuan Gubernur Sultan HB X memberikan fasilitasi dan support pengembangan.
Sekadar diketahui, ASPAYO dan Koperasi Umbuljaya Yogyakarta merupakan organisasi yang beranggotakan IKM aluminium di Yogyakarta. Beranggotakan lebih dari 125 pengusaha.
Pelaku usaha aluminium mayoritas membuat alat-alat rumah tangga, sparepart, komponen dan peralatan umum.
Selama masa pandemi COVID-19, daya beli masyarakat semakin menurun. Sementara bahan baku ingot (aluminium batangan, red) menjadi langka.
Kelangkaan bahan baku tidak terlepas dari kegiatan ekspor besar-besaran ingot, termasuk skrap dan sisa ke China, Malaysia, Vietnam, Amerika Serikat, dan berbagai negara.
BACA JUGA: Pemda DIY Bakal Terapkan Pelat Ganjil-Genap pada Akhir Pekan ?
“Kegiatan ekspor besar-besaran tersebut berdampak bagi kami, pelaku IKM aluminium,” kata Wahyu.
Pelaku lKM aluminium harus bersaing dan berebut bahan baku dengan pelaku eksportir. Eksportir menurunkan tim sampai ke bawah untuk membeli bahan baku yang selama ini digunakan pelaku lKM.
Akibatnya, bahan baku ingot menjadi langka karena diambil alih para eksportir. Langkanya bahan baku membuat harga semakin meningkat.
Saat ini harga ingot aluminium batangan pada tingkat lKM di atas Rp 30 ribu/ kilogram non spek. Aluminium spek pada kisaran harga Rp 40 ribu/kilogram.
Harga tersebut melebihi harga alumunium dunia. Berikutnya, bahan baku yang semakin langka membuat pelaku usaha aluminium semakin lemah.
Tidak mampu memutar roda produksi. Padahal, IKM aluminium merupakan industri padat karya dengan serapan tenaga kerja yang tinggi.
Di Yogyakarta, IKM aluminium menaungi lebih dari 1.000 karyawan. Sehingga bila terjadi penutupan usaha, akan berdampak terhadap kesejahteraan karyawan.
Terbukanya keran ekspor ingot yang semakin melebar kemudian melatarbelakangi Asosiasi Pengusaha Aluminium Yogyakarta (ASPAYO) dan Koperasi Umbul Jaya untuk
BACA JUGA: Takut Disuntik? Cobalah Atasi dengan Cara Ini
“Kami mendorong pemerintah agar melindungi pasokan bahan baku domestic, khususnya ingot,” kata Bambang Cahyana yang akrab disapa Ketel.
Caranya, melakukan pembatasan hingga pelarangan ekspor ingot yang berbahan sisa dan skrap. Sisa adalah produk yang belum habis terpakai dalam proses produksi, namun fungsinya telah berubah dari barang asal.
Sedangkan skrap adalah barang yang terdiri komponen sejenis atau tidak, terurai dari bentuk asli. Fungsinya tidak sama dengan barang asli.
Bambang Ketel lantas mengutip konsiderans Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor Sisa dan Skrap Logam, seperti diubah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2019.
Bunyinya antara lain menyebutkan pengembangan industri nasional, khususnya industri logam dan mesin yang menghasilkan produk yang berdaya saing dan bernilai tambah, perlu didukung ketersediaan bahan baku berupa sisa dan skrap logam yang berasal dari dalam negeri.
Pemerintah tidak hanya menjaga kecukupan bahan baku dalam negeri hanya bagi industri besar, melainkan juga IKM.
Pada lampiran peraturan terdapat daftar sisa dan skrap yang dibatasi ekspor, seperti sisa dan skrap baja stainless, besi atau baja dilapis timah, aluminium, tembaga, kuningan, perunggu, kuningan, nikel, seng.
“Namun praktiknya, para eksportir yang memiliki legalitas melakukan ekspor justru mengambil alih sisa dan skrap yang digunakan pelaku usaha lokal dengan harga tinggi,” ujar Bambang Ketel.
BACA JUGA: Layanan Asuransi Kesehatan Allianz Tawarkan Nilai Tambah
Sehingga pelaku usaha lokal tidak mampu bersaing. Karena itu, (ASPAYO) dan Koperasi Umbul Jaya mendorong perlu dirancang kebijakan untuk melindungi pelaku usaha lokal.
Yakni, mengkonversi mineral bijih hasil usaha tambang menjadi produk bernilai tambah. Mulai logam hingga barang jadi dalam mata rantai proses industri manufaktur.
Seperti bauksit diolah menjadi alumina, aluminium ingot, biller, rod, kawat, dan kabel. Kebijakan hilirasasi akan menambah nilai ekonomi logam, menggantikan bahan baku impor.
“Diharapkan mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri nasional. Yang lebih penting lagi, kebijakan hilirisasi harus melibatkan dan memperhatikan pelaku IKM, sehingga produk hilirisasi seperti aluminum ingot tidak dialihkan kepada eksportir,” beber Wahyu.
ASPAYO dan Koperasi Umbul Jaya meminta DPR RI mendorong proses legislasi, melakukan pengawasan, dan melindungi IKM. (aza/asa)