MENGAPA logo Universitas Wangsa Manggala (sekarang Universitas Mercu Buana Yogyakarta) dirumuskan dalam Angudi Mulyaning Bangsa?
Salah satu jawaban yang bisa dikedepankan antara lain, bahasa Jawa adalah bahasa yang memiliki rasa kata yang lebih lengkap. Rasa kata merupakan penjelmaan makna yang tidak tergantikan.
Bila diganti bahasa lain, ada nuansa kandungan arti penyerta yang hilang. Bagi Pak Probosutedjo, rasa kata dan kalimat menjadi nomor dua. Lebih mengutamakan aspirasi yang muncul dari lubuk hati yang dalam.
Dipilihnya kata angudi karena ada penyertaan kandungan makna yang sangat mendalam untuk digeluti sebagai pesan.
Secara sinonim, kata angudi dapat juga digantikan dalam bahasa Jawa yang lain. Tetapi, makna kesertaan justru lebih diutamakan sebagai pedoman karakter dan tingkah laku.
BACA JUGA: Jangan Lupa, Ini Jadwal Vaksin Dosis 2 bagi Warga Kota Yogyakarta
Kata angudi terdapat dua hal penting. Pertama, sikap panggilan mentalitas harus kerja keras, penuh pengabdian, pantang menyerah, tekun dan teliti, tahan uji, dan unsur. Kedua, hasil capaiannya adalah sesuatu yang sangat berharga.
Tentang kerja keras, Pak Probosutedjo pernah berujar:
Berkat kerja keras, orang dusun seperti saya, yang dulunya makan tiwul dan berpakaian sederhana, kemudian bisa mencicipi makanan terlezat di dunia. Naik pesawat concorde dengan kecepatan yang mencenangkan. Memakai pakaian yang bermerk dan berharga mahal. Semua ini bisa teraih berkat kerja keras.
Kata angudi menjadi sangat mendalam bagi Pak Probosutedjo. Pak Probosutedjo sangat mendalami powerful-nya makna pendidikan. Baginya, proses belajar- mengajar bukan semata-mata agar anak menjadi pintar dalam berbagai ilmu pengetahuan.
Namun, pendidikan merupakan jembatan yang akan membangun mental seorang manusia. Pendidikan adalah sarana umembangun pikiran, membentuk tekad, dan mengembangkan empati.
BACA JUGA: KTP Rusak atau Hilang? Urus Saja Lewat Tumandang
Jiwa Angudi Mulyaning Bangsa sebagai Cita-Cita Luhur
Angudi Mulyaning Bangsa yang lebih terjiwai dalam pribadi Pak Probosutedjo rasanya lebih banyak telah lebur menjadi doktrin cita rasa kemuliaan.
Angudi Mulyaning Bangsa adalah mutiara pemikiran, tindakan, kesadaran, dan cita rasa.
Dalam pandangan Pak Probosutedjo, unsur kebahagiaan dalam falsafah orang Jawa antara lain tercukupi tiga kebutuhan pokok. Yakni pangan, sandang dan papan. Setelah ketiganya terpenuhi, diperlukan turonggo. Yakni, kendaraan dan kemudian kukilo (burung) sebagai hiburan.
Itulah sebabnya dalam rumah tangga yang mulya terdapat unsur-unsur keseluruhan.
Bagi Pak Probosutedjo, soal pangan nomor satu. Pangan adalah kebutuhan tak bisa ditunda. Faktor ini yang mendasari Pak probosutedjo sangat getol bergerak di bidang pertanian.
BACA JUGA: Bantu Pelayanan Sosial Kematian di Purworejo, PUKY Hibahkan Mobil Jenazah
Kekayaan agraris penduduk Indonesia bisa memapankan hidup rakyat. Maka, Pak Probosutedjo mendirikan Institut Pertanian Wangsa Manggala di Yogyakarta pada tahun 1984.
Disusul pendirian Universitas Wangsa Manggala yang membuka fakultas pertanian. Harapanya, banyak lulusan yang menggarap sawah, ladang, hutan dan perkebunan.
Pak Probosutedjo meyakinkan, bila digarap maksimal akan mampu menghasilkan kehidupan yang membahagiakan dan terhormat.
Itulah sebabnya, agar UMBY bisa memulyakan bangsa Indonesia, tiga aspek tridarma perguruan tinggi harus disikapi, dihadapi secara antisipatif dengan kerja keras, dan penuh pengorbanan.
UMBY mampu melaksanakan berbagai pemberdayaan dalam kehidupan masyarakat berupa inovasi dan kreativitas. Sementara yang dimaksud dengan bangsa yang harus dimulyakan melalui angudi adalah rakyat Indonesia.
Pak Probosutedjo dan keluarganya, saudara-saudara, serta kerabatnya layak dikatakan sebagai persona-persona yang patut mendapatkan penghormatan karena keluhuran budi. (*)
- Penulis adalah kepala Humas Universitas Mercu Buana Yogyakarta dan pemerhati masalah sosial