JAKARTA, ZonaJogja.Com – Semakin berkembangnya perbankan digital memunculkan ancaman kejahatan siber. Antara lain social engineering yang bertujuan mendapatkan informasi tertentu.
Lalu praktik skimming atau tindak pencurian informasi dengan cara menyalin informasi nasabah yang terdapat pada strip magnetik kartu kredit. Juga debit yang dilakukan secara ilegal.
“Kami memandang kejahatan siber perlu mendapat perhatian. Pihak penyedia layanan perbankan perlu memastikan sistem manajemen risiko yang andal, sesuai standar keamanan yang berlaku,” pinta Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa pada forum web seminar Infobank, “Retail Bank Mapping 2022, The Rise of Neobank vs Cyber Crime” beberapa waktu lalu.
Nasabah juga perlu mengetahui berbagai modus kejahatan siber yang bisa mengintai transaksi secara digital.
Itulah sebabnya, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat perlu dilakukan untuk meningkatkan awareness terhadap ancaman siber dan berbagai modus penipuan.
Kata Purbaya, LPS telah menerapkan berbagai langkah pengamanan sistem dan data LPS. Langkah ini bertujuan agar para penyimpan dana di perbankan merasa aman dan percaya menyimpan uang di perbankan.
Penguatan antivirus, VPN, firewall, dan menerapkan sistem Data Loss Prevention (DLP) untuk mencegah kebocoran data.
“Pengamanan sistem informasi di LPS dikelola dengan memperhatikan empat aspek keamanan informasi,” terang Purbaya.
Pertama, ketersediaan. Yakni aspek yang menjamin data akan tersedia saat dibutuhkan. Kedua, keutuhan. Yakni aspek yang menjamin data tidak diubah tanpa ada izin pihak berwenang.
Ketiga, kerahasiaan. Yakni aspek yang menjamin kerahasiaan data, memastikan data hanya dapat diakses oleh pihak berwenang. Sedangkan keempat adalah tidak dapat disangkal.
Yakni aspek yang menjamin seseorang tidak dapat menyangkal telah melakukan transaksi.
LPS akan terus memantau dan mengelola sistem pengamanan informasi agar dapat menangani berbagai risiko siber.
(*/asa)