SLEMAN, ZonaJogja.Com – Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM, Prof Zullies Ikawati Apt PhD menyatakan belum bisa dipastikan ada tidaknya keterkaitan gagal ginjal akut dengan konsumsi obat sirup, terutama yang mengandung parasetamol.
“Masih jadi misteri. Kok baru ada belakangan ini. Padahal penggunaan sirup mengandung parasetamol sudah cukup lama, dan aman digunakan,” kata Prof Zullies seperti dilansir ugm.ac.id (21/10/2022).
Seperti diketahui, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan lima obat sirup mengandung cemaran EG dan DEG diatas batas aman.
Dilaporkan, pasien anak dengan gangguan gagal ginjal akut terdeteksi terpapar tiga zat kimia berbahaya.
Yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE).
BACA JUGA: Tarian Ini Ngehits Banget Tahun 1980an, Masih Ingat Gerakan Patah-Patah?
Namun, Zullies mengatakan semua masih dalam proses penyelidikan. Memastikan hubungan gagal ginjal akut dengan senyawa dalam kandungan obat.
EG dan DEG merupakan satu cemaran yang bisa dijumpai pada bahan baku pelarut pada obat sirup.
Pada obat parasetamol dan obat lain yang suluit larut dalam air diperlukan bahan tambahan.
Di Indonesia digunakan propilen glikol atau gliserin. Bahan baku propilen glikol atau gliserin ini dimungkinkan mengandung cemaran.
“Sebenarnya wajar selama masih dalam ambang batas. Tidak berisiko efek toksik, termasuk gagal ginjal akut,” jelasnya.
Zullies lantas menyebutkan faktor penyebab gagal ginjal akut. Antara lain infeksi tertentu, seperti leptospirosis yang menyerang ginjal.
BACA JUGA: Jogjakarta Pantomim Mimori 2022 di TBY, Mencari Lahirnya Generasi Jemek Supardi
Lalu infeksi bakteri ecoli yang juga dapat mengakibatkan gagal ginjal akut. Zullies mengimbau masyarakat tetap tenang. Tidak panik.
Sementara mengikuti saran Kemenkes, BPOM, asosiasi dokter dan lembaga lain yang meminta menghindari konsumsi obat sirup.
“Menurut saya, imbauan tidak menggunakan obat dalam bentuk sirup untuk semua pengobatan adalah keputusan yang sangat dilematis,” ujarnya.
Pasalnya, obat berupa sirup banyak digunakan untuk anak yang belum bisa menelan obat bentuk tablet atau kapsul.
Penghentian penggunaan obat sirup akan berdampak bagi anak penderita penyakit kronis yang harus minum obat rutin berupa sirup.
Misalnya penderita epilepsi yang harus minum obat rutin. (*)