Yogyakarta, ZonaJogja.Com – Dapur Alit. Inilah tempat kuliner yang hadir sebagai destinasi Ethno-Gastronomy. Membawa kembali nilai luhur Jawa Kuno ke pengalaman bersantap.
Berawal dari halaman rumah sederhana di Yogyakarta, restoran ini mengusung konsep intimate dining yang hangat dan autentik. Konsep yang menjadikan setiap sajian bukan sekadar hidangan, melainkan karya budaya yang mengajak pengunjung menyelami warisan leluhur nusantara.
Berawal dari perjalanan di Bali dan mempelajari Lontar Dharma Caruban, Dapur Alit berdiri karena kesadaran: setiap bahan makanan memiliki jiwa dan layak dihormati sebelum diolah.
Filosofi ini menjadi napas bagi seluruh pengalaman bersantap. Memasak tidak hanya meramu rasa, tetapi juga merawat jiwa dan menghormati alam semesta.
Dengan pendekatan Ethno-Gastronomy Jawa Kuno, Dapur Alit menghadirkan pengalaman kuliner berbasis riset sejarah yang menggali prasasti Jawa Kuno, naskah kuno, dan relief candi.
BERITA LAIN: Juara Silih Berganti, Roda Ekosistem Sepakbola Putri Usia Dini di Yogyakarta Berputar Kencang

Lalu, menginterpretasikannya menjadi sajian modern tanpa kehilangan nilai spiritual dan simbolik.
Menu andalan Dapur Alit antara lain Nasi Watukura. Menu ini terinspirasi Prasasti Watukura tahun 902 Masehi yang mencatat upacara kerajaan di era Mataram Kuno. Dihidupkan kembali dengan harmoni rempah dan bahan lokal.
Juga ada menu Nasi Paripurna. Berdasarkan Prasasti Jru-Jru tahun 930 Masehi dari Singosari, menghadirkan hidangan nasi lengkap dengan lauk pauknya. Mencerminkan filosofi kelimpahan dan keseimbangan.
Kreasi minuman seperti Jonggrang Signature Drink dan Arupadhatu Drink memperkaya pengalaman bersantap, memadukan rempah dan bunga dengan simbolisme spiritual dari legenda dan arsitektur candi.
Sementara Gerabah yang digunakan di Dapur Alit bukan sembarang gerabah. Piring gerabah dibuat secara khusus para pengrajin di Dusun Klipoh, Karanganyar, Borobudur. Yakni, desa yang telah mewarisi tradisi pembuatan gerabah selama berabad-abad.
BERITA LAIN: MI Baburroyyan Kiyudan dan SD Muhammadiyah Karangploso Juara MLSC Seri 1
Setiap piring gerabah yang digunakan bukan sekadar berfungsi sebagai wadah, tetapi juga bagian pengalaman bersantap. Teksturnya yang alami, warna tanahnya yang hangat, dan ukiran relief Tantri Kamandaka serta Pancatantra menjadikan setiap sajian seolah menyimpan cerita.
Seorang pengunjung bernama Anna Kooi memberi testimoni. Peneliti makanan dan chef asal Amsterdam, memperkuat daya tarik restoran ini.
“Storytelling-nya luar biasa, rujukan pada mitologi kuno, hubungan dengan alam, serta fabel-fabelnya sangat menarik. Rasanya halus, seimbang, penyajiannya indah, dan intim. Ini pengalaman gastronomi yang unik,” ujarnya.
Dapur Alit kini menjadi pionir Ethno-Gastronomy Jawa Kuno, memadukan riset sejarah, filosofi budaya, dan seni kuliner menjadi satu perjalanan rasa yang otentik.
BERITA LAIN: Mengenang Mbah Darmo, Pelawak Nyentrik yang Anti Putus Asa

Restoran ini adalah jendela untuk mengenal Jawa dari perspektif berbeda, melalui makanan, nilai luhur, dan cerita.
“Dapur Alit adalah ruang edukasi dan refleksi budaya yang memperkenalkan tradisi Jawa Kuno kepada dunia,” ujar Owner Dapur Alit, T Cilik Pamungkas.
Filosofi Dapur Alit sederhana, namun bermakna. Pelestarian budaya dimulai dari dapur rumah kita sendiri.
“Dengan memberdayakan petani lokal, pengrajin gerabah, dan seniman tradisi, restoran ini membangun ekosistem budaya yang berkelanjutan sekaligus mengangkat potensi ekonomi lokal,” sambungnya.
Mau mencoba sensasi masakan Dapur Alit? Silakan berkunjung. Retoran ini buka Senin – Sabtu, pukul 12.00 – 22.00. Lokasinya di Tuntungan UH III/1079, Tahunan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta. (*)











