SETELAH tertunda berkali-kali, akhirnya Kamis (30/10/2025) kemarin, saya berkesempatan melihat lebih dekat masjid tertua di Indonesia berdasarkan literasi yang sudah beredar.
Namanya masjid Baiturrahim di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Masjid yang berada di lereng pegunungan ini juga dikenal bernama Masjid Saka Tunggal.
Saya berangkat dari Yogyakarta jam 07.19. Seperti biasanya, touring kali ini ditemani Suzuki Satria Fufi.
Melewati Kota Wates, Jalan Dandels, Kebumen, Gombong, Sumpyuh, Kemranjen, dan tiba di Desa Cikakak pukul 10.56.
BERITA LAIN: Bikin Paguyuban “Warok Argomulyo”, Warga Samben Lestarikan Kesenian Reog

Lokasi desa ini berjarak sekitar 172 kilometer dari Kota Yogyakarta. Suasana tampak sepi saat melewati perkampungan menuju lokasi masjid Baiturrahim.
Terminal juga tampak lengang. Hanya terlihat beberapa warga sedang ngobrol di salah satu warung sembako.
Saya juga melihat setiap halaman depan rumah terdapat bekas ban luar sepeda motor. Ada yang ditempatkan depan pintu, di jendela, ada pula yang digantung di pohon.
Setelah parkir kendaraan, saya istirahat sebentar sembari melihat pemandangan sekitar masjid. Ternyata, saya melihat pemandangan serupa.
Rumah-rumah yang terletak di selatan masjid juga dipenuhi ban-ban bekas. Teras masjid, termasuk pintu menuju tempat wudhu juga ada ban-ban bekas.
BERITA LAIN: Kasus Kecelakaan Kerja di Indonesia Tembus 2.500 Orang per Hari

Bahkan, sejumlah jok sepeda motor, termasuk tempat sepatu dan sandal juga diberi ban bekas.
Tak lama kemudian, saya melihat mobil turun menuju halaman masjid. Dua anak muda keluar dari mobil.
Lalu, mereka juga mengambil ban yang ditempatkan di spion dan atap kendaraan.
Saya pun menghampiri keduanya. Setelah mengenalkan diri, saya bertanya tentang ban bekas yang terlihat di mana-mana.
“Ban-ban ini fungsinya untuk melindungi kemungkinan diganggu kawanan kera,” ujar Dani.
Dani yang lahir di Banyumas adalah mahasiswa Jurusan Arkeologi UGM yang sedang KKN di Purwokerto.
BERITA LAIN: Fortinet Indonesia Sukses Gelar Cybersecurity Forum

Mendengar penjelasan itu, saya melihat kanan-kiri. Ternyata tidak ada satupun kera yang terlihat.
“Keranya masih ada?” tanya saya penasaran.
“Banyak om,” jawab Dani.
Karena cuacanya mendung, kera-kera memilih berada di hutan. Tapi, jika cuaca panas, kera-kera dalam jumlah banyak akan turun ke pemukiman penduduk, termasuk di kawasan masjid.
Betul juga. Setelah hujan reda dan langit mulai terlihat cerah, kera-kera bermunculan. Termasuk mendatangi kami yang berada di teras masjid.
“Kera-kera ini turun mencari makan, om,” terang Udin.
Tak lama kemudian, terdengar adzan dzuhur berkumandang dari kejauhan. Setelah menunaikan shalat berjamah, saya melihat lebih dekat kondisi masjid yang didirikan tahun 1288 masehi.
Bukti tersebut tertulis pada tiang utama penyangga masjid. Berdasarkan informasi warga setempat dan sumber literasi lain, Masjid Saka Tunggal didirikan Kiai Mustolih yang tinggal di Desa Cikakak.
BERITA LAIN: Anak Anak Muda Inspiratif di Kota Yogyakarta Terus Bertambah, 15 Pemuda Pelopor Terima Penghargaan

Luas masjid sekitar 100 meter per segi. Dinding masjid bukan berupa batu bata. Tapi, kombinasi bambu dan kayu.
Di timur masjid terdapat toilet dan tempat wudhu pria dan wanita. Kubah masjid terlihat sudah berumur. Tapi, tidak ada satupun pengeras suara.
Masjid yang telah berusia 737 tahun ini mempertahankan tradisi memukul bedug untuk menandai waktu shalat. (*)
Diceritakan oleh Azam Sauki Adham (Pemimpin Redaksi ZonaJogja.com)








