SLEMAN, ZonaJogja.Com – Anggota Peneliti Lembaga Penelitian Akatiga, Indrasari Tjandraningsih MA menyatakan program perlindungan ketenagakerjaan sangat diperlukan bila ingin tenaga kerja mendapat penghidupan layak.
Juga harus diberi kebebasan bagi tenaga kerja berorganisasi dalam merespon keputusan. Tentu saja keputusan yang berdampak pada dunia kerja dan kesetaraan tenaga kerja perempuan dan laki-laki.
Undang Undang Cipta Kerja sekarang ini menjadi kendala mewujudkan penciptaan lapangan kerja yang layak.
Indrasari mengatakan undang undang tersebut untuk memudahkan perusahaan agar mampu beradaptasi dalam situasi kondisi ekonomi global yang rentan terhadap krisis.
Namun, undang undang ini melonggarkan aturan ketenagakerjaan.
“Makin banyak aturan ketenagakerjaan makin rigid. Aturan yang seharusnya melindungi pekerja berdampak pada biaya tenaga kerja,” kata ,” kata Indrasari pada Focus Group Discussion bertajuk Menuju Pekerjaan yang Layak: G-20, Precarity dan Tantangan Sektor Ketenagakerjaan (17/6/2022).
Hubungan kerja yang tidak tetap semakin melemahkan posisi tenaga kerja, Sebab perusahaan menganggap pengangkatan pekerja harus dibayarkan pensiun.
Bila ada pemecatan diharuskan mengeluarkan pesangon sehingga memberatkan perusahaan.
“Hubungan kerja tidak tetap ini makin meningkatkan peluang eksploitasi meningkat. Biaya tenaga kerja rendah dan marginalisasi tenaga kerja,” katanya seperti dilansir ugm.ac.id.
Ia mengusulkan perlu kontrak sosial baru antara pekerja, serikat pekerja dan pengusaha. Membicarakan ulang kontrak kerja.
Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI, Prof Anwar Sanusi mengatakan tidak semua angkatan kerja terserap dalam perusahaan.
Pemerintah perlu mendorong anak muda membuka lapangan kerja mandiri.
Angkatan kerja muda terdidik saat ini lebih rentan jadi pengangguran. Semakin muda usia, semakin rentan, dan banyak bekerja di sektor informal.
“Kami ingin mendorong anak-anak kerja dari sektor informal ke formal,” kata Anwar.
BACA JUGA:
- Donor Darah Itu Ada Syaratnya, Begini Penjelasan Dokter Teguh dari UGM
- Kerajinan DIY jadi Fenomena Pasar Dunia, Perajin Harus Sesuaikan Realitas Baru
- 117 Kartu Lisensi Anggota HPI Kota Yogyakarta Kadaluwarsa, Sinarbiyat: Harus Diperbarui
Selain bekerja di sektor informal, angkatan kerja juga menghadapi kondisi mendapatkan upah tidak layak.
Setiap 100 orang buruh terdapat 28 orang yang mendapat upah rendah. Umumnya buruh berpendidikan rendah yang bekerja di pertanian, perkebunan dan kehutanan.
Dosen Fisipol UGM, Dr Amalinda Savirani, mengatakan pemerintah telah merespon berbagai persoalan dan tantangan mewujudkan fleksibilitas kerja.
Namun, serikat pekerja justru memiliki cara pandang lain. Amalida berpendapat serikat buruh perlu menggandeng anak muda yang bekerja berbasis aplikasi.
Arus teknologi yang menggantikan tenaga kerja manusia semakin menyulitkan penciptaan lapangan kerja yang layak.
“Sementara regulasi lebih banyak menekan daripada mengkonsolidasi,” ujarnya.
Ia menambahkan pekerja informal, penyandang disabilitas, pekerja domestik masih termarginal belum mendapat pengakuan dan perlindungan sosial ketenagakerjaan yang layak.
(aza/asa)