YOGYAKARTA, ZonaJogja.Com – Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah DIY, Prof Mahfud Sholihin menyatakan memanfaatkan ganja untuk medis perlu dikaji lagi.
Perguruan tinggi perlu mengkaji efektifitas ganja sebagai obat, meskipun Mahkamah Konstitusi telah menolak gugatan legalisasi ganja sebagai obat.
Mahfud mengatakan, dari perspektif agama bisa dikaji tujuan syariah atau maqashid syariah.
Antara lain menjaga jiwa yang kemudian diwujudkan dalam bentuk pengobatan medis.
“Segala sesuatu harus dilihat dari sisi manfaat dan mudharat. Juga harus mengutamakan menghindari bahaya daripada mengambil manfaat,” tandas Mahfud pada kanal Youtube “Kutunggu di Pojok Ngasem”, 25 Juli lalu.
Dialog dipandu Puji Qomariyah SSos MSi dengan tema Ada Apa dengan Ganja?
Mahfud mengungkapkan, dalam kondisi terpaksa, substansi yang sebelumnya haram hukumnya bisa menjadi halal.
Bila legalisasi ganja untuk medis diberlakukan di Indonesia, perlu disiapkan mekanisme yang menyertai. Antara lain pengawasan dan penegakan hukum.
BACA JUGA:
- Afnan Hadikusumo: Tapak Suci Harus Jadi Katalisator Persatuan Bangsa
- Dosen UGM Sebut Tata Kelola Dunia Digital Timpang Sebelah, Apa Maksudnya?
- 233 Kampung di Kota Yogyakarta jadi Kawasan Bebas Asap Rokok
Puji Qomariyah dalam pengantarnya mengungkapkan, persoalan legalisasi ganja untuk keperluan medis sedang menjadi topik pembicaraan.
Di Indonesia, ganja termasuk narkotika golongan I yang dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Sejumlah warga yang memerlukan ganja sebagai obat sempat menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebelumnya, gugatan legalisai ganja untuk medis pernah diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Tetapi ditolak melalui Putusan MK Nomor 106/PUU-XVIII/2020.
Sementara United Nations Commission on Narcotic Drugs pada 2 Desember 2020 telah mengubah kedudukan ganja dari schedule IV ke schedule I.
“Perubahan ini menunjukkan telah diakuinya kegunaan medis ganja dan potensi bahaya yang lebih rendah,” kata Puji.
(aza)