YOGYAKARTA, ZonaJogja.Com – Seratus orang anggota kelompok seni keprajuritan rakyat DIY mendatangi Bangsal Kepatihan Pakualaman di Jalan Masjid 5 Yogyakarta.
Mereka memenuhi undangan “Workshop Penguatan Wawasan Kebangsaan dan Tata Nilai Budaya bagi Pelaku Seni Keprajuritan Rakyat DIY (11/9/2022).
Acara ini diselenggarakan Dinas Kebudayaan DIY bekerjasama Sekber Keistimewaan DIY.
Peserta workshop antara lain anggota bregada Wirososro, Rekso Winongo, Suryatmaja, Puroloyo, Purbodiningrat, Sindurejan, Rangsang Manggala, Prawiroyuda, Nitimanggala, Argo Satriya, Kyai Soro, Pasembaja, Saekokapti dan Wirabraja.
Workshop mengadirkan narasumber KRT Kusumonegoro dan KRT Wiryaningrat (Kraton Yogyakarta), KPH Indrokusumo dan BPH Kusumo Bimantara (Kadipaten Pakualaman).
Anies Izdiha (Dinas Kebudayaan DIY), Widihasto Wasana Putra (Sekber Keistimewaan DIY), Letkol Inf Helmy (Komandan Batalyon Mekanis 403/Wirasada Pratista) dan Nur Sukiyo (Bregada Rakyat DIY).
BACA JUGA: UMBY Bakal jadi Universitas Unggul Bidang Sociopreneur, 2.497 Mahasiswa Baru Kuliah di 3 Kampus
KPH Kusumonegoro mengungkapkan pentingnya pelaku seni keprajuritan rakyat terus mengolah dan mengasah ketrampilan seni keprajuritan rakyat.
“Sehingga menambah keragaman budaya di Yogyakarta,” katanya.
Hanya, Kusumonegoro meminta agar seni keprajuritan tidak sama persis dengan bregada Kraton maupun Pakualaman.
“Silakan melakukan kreasi dan inovasi yang selaras dengan marwah seni keprajuritan,” tambahnya.
BPH Kusumo Bimantara mendorong para pelaku seni keprajuritan berani mengolah potensi lokal.
Lalu, disuguhkan dalam seni keprajuritan masing-masing. Ia mencontohkan saat menjadi juri Festival Bregada.
Ada penampilan kelompok peserta yang menggunakan topeng klono sebagai produk kerajinan khas daerah.
BACA JUGA: PP Muhammadiyah Lantik Rektor UMUKA, Ini Ekspektasi Bupati Karanganyar
“Ini bisa dijadikan inspirasi kelompok seni keprajuritan lain, sehingga menjadi ciri khas yang membedakan dengan keberadaan prajurit Kraton maupun Pakualaman,” kata Bimantara.
Sementara Anies Izdiha menegaskan DIY memiliki Perda 4 Tahun 2011 tentang Tata Nilai Budaya.
Perda ini terdapat lima aspek dasar. Yakni musyawarah, gotong royong, tenggang rasam, toleransi dan solidaritas sosial.
Lima aspek ini kemudian diturunkan dalam 14 tata nilai budaya. Yakni nilai religius-spriritual, nilai moral, nilai kemasyarakatan, nilai adat dan tradisi, nilai pendidikan dan pengetahuan.
Nilai teknologi, nilai penataan ruang dan arsitektur, nilai mata pencaharian, nilai kesenian, nilai bahasa, nilai benda cagar budaya dan kawasan cagar budaya, nilai kepemimpinan dan pemerintahan, nilai kejuangan dan kebangsaan dan nilai semangat ke-Yogyakarta-an.
“Tata nilai budaya DIY menjadi tugas bersama untuk diimplementasikan di masyarakat,” ujarnya.
Sekber Keistimewaan DIY, Widihasto Wasana Putra mengajak pelaku seni keprajuritan rakyat DIY mempelajari sejarah Kraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakulaman khususnya dalam masa revolusi kemerdekaan RI.
BACA JUGA: Catat, Kejayaan Indonesia Tahun 2045 di Tangan Anak Muda
Sri Sultan HB IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII memberi sumbangsih sangat besar bagi Indonesia.
Sultan pernah menyumbang 6 juta gulden untuk biaya operasional pemerintah.
Yogyakarta juga menyediakan diri menjadi ibukota Indonesia sejak Januari 1946 hingga Desember 1949.
Di Kadipaten Pakualaman ada bangunan bernama Parangkarsa yang pernah jadi tempat tinggal Bung Karno dan Bung Hatta saat awal ibukota pindah ke Yogyakarta.
Nur Sukiyo mengungkapkan seni keprajuritan rakyat DIY dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir terus berkembang.
Keberadaannya berbasis pedukuhan atau kalurahan. Kiprahnya semakin meluas.
Sedangkan Letkol Inf Helmy menegaskan pentingnya merajut relasi harmonis antar komponen warga masyarakat dengan TNI Polri untuk menjaga keutuhan NKRI berlandaskan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Keberadaan komunitas pelestari seni keprajuritan menjadi salah satu komponen untuk memupuk kebersamaan. (*)