Bisnis

Kata Eddy Junarsin, Tak Perlu Tergesa-gesa Ubah BSI Jadi BUMN, Ini Penjelasannya

145
×

Kata Eddy Junarsin, Tak Perlu Tergesa-gesa Ubah BSI Jadi BUMN, Ini Penjelasannya

Sebarkan artikel ini
MAKIN EKSIS: Salah satu kantor Bank Syariah Indonesia (BSI) di Yogyakarta. (istimewa)

SLEMAN, ZonaJogja.Com –  Desakan DPR kepada pemerintah agar mengubah status Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dianggap tidak urgen.

Pengamat ekonomi sekaligus pakar perbankan dari FEB UGM Dr Eddy Junarsin mengatakan, perubahan status menuntut pemerintah menganggarkan dana belasan triliun rupiah untuk menjadi pemegang saham mayoritas di BSI.

Advertisiment
Scroll ke bawah untuk berita selengkapnya

Pemerintah diminta fokus mengantisipasi kondisi perekonomian nasional dari ancaman inflasi dan resesi pasca kenaikan harga BBM.

“Saya  mendukung BSI menjadi bank BUMN sejajar dengan sejumlah bank Himbara lain seperti BRI, Mandiri, BNI dan BTN. Karena status BSI menjadi BUMN adalah keniscayaan,” kata Eddy kepada wartawan, hari ini (29/9/2022).

Pemerintah diminta fokus menjaga perekonomian nasional dari ancaman resesi daripada mengeluarkan dana belasan triliun mendirikan BUMN baru

Tetapi, soal perubahan status BSI, sebaiknya menunggu longgarnya kondisi keuangan negara. Menunggu pulihnya perekonomian nasional.

BACA JUGA: Fasum di Jalan KHA Dahlan Rusak, Jadi Sasaran Aksi Vandalisme

Eddy menyebut sejumlah BUMN sedang dalam kondisi sulit. Salah satunya maskapai Garuda Indonesia yang dibelit utang triliunan rupiah.

Eddy menegaskan  BSI secara de jure sudah menjadi milik pemerintah setelah memiliki satu lembar saham Dwiwarna Seri A pada Mei 2022.

Komposisi pemegang saham BSI yang dimiliki Bank Mandiri, BNI dan BRI, notabene merupakan bank Himbara yang mayoritas sahamnya dikuasai negara.

“Apakah bisa yang jadi eksekutif di BUMN itu sosok profesional? Lebih independen daripada seperti yang sudah-sudah? Ini pertanyaan lebih strategis yang harus dijawab sebelum membangun BUMN baru,” tandasnya.

Doktor jebolan Southern Illinois University Carbondale US ini mengingatkan, situasi ekonomi sekarang sedang panas.

BACA JUGA: Jangan Khawatir, LPS Jamin Tabungan Nasabah 1.600 BPR di Indonesia

Dampak pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina menjadi  pemicu kemungkinan terjadinya resesi ekonomi global.

Saat ini, tingkat inflasi di Amerika dan Eropa melonjak tinggi. Akibatnya, sebagian besar negara yang menjadi tujuan ekspor Indonesia sedang sakit.

“Ini berdampak pada penurunan permintaan barang-barang asal Indonesia,” katanya.

Semua negara sedang fokus mengamankan situasi ekonomi. Termasuk Indonesia.

“Saya kira harus berhati-hati menghadapi ancaman resesi ekonomi ini,” imbuhnya. (*)