BANTUL, ZonaJogja.Com – Sosok ini memiliki peran penting dalam Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-48 di Solo, Jawa Tengah, 18-20 November lalu.
Dia adalah Hj Shoimah Kastolani. Dikenal sebagai kader tulen Aisyiyah. Mengawali kiprah di Aisyiyah sejak menjadi pengurus pimpinan ranting Aisyiyah di Notoprajan, Yogyakarta.
Tak berlebihan dikatakan, isteri almarhum H Kastolani ini menjadi saksi penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah dari waktu ke waktu.
Mengawali kiprahnya pada Muktamar Muhammadiyah ke-41 tahun 1985 di Solo, Jawa Tengah. Waktu itu, kader Aisyiyah ini menjadi panitia.
Disusul Muktamar ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta menjadi sekretaris. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-43 tahun 1995 di Aceh juga menjadi sekretaris.
Pada penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta tahun 2000 menjadi wakil sekretaris.
BACA JUGA: Prodi Matematika UMBY Optimalkan Android jadi Media Belajar
Waktu itu, Shoimah sibuk abitrase dan koordinator buku-buku materi.
Pada muktamar ke-45 di Malang, Jawa Timur, ibu dari Bagoes dan Kurnia Ma’rifah ini sebagai anggota pimpinan pusat Aisyiyah.
Ia ditunjuk sebagai anggota panitia pemilih PP Muhammadiyah, sekaligus bendahara umum.
Selanjutnya pada Muktamar Muhammadiyah ke-46 di Yogyakarta, alumnus IAIN Sunan Kalijajaga Yogyakarta sebagai sekretaris umum, sekaligus menjadi anggota Tanwir PP Muhammadiyah wakil dari ortom khusus.
Pada Muktamar Muhammadyah ke-47 di Makassar sebagai ketua, sekaligus anggota panitia pemilih PP Muhammadiyah.
Sementara pada Muktamar ke-48 di Solo, dipilih menjadi ketua Panlih Aisyiyah, sekaligus Anggota Tanwir Muhammadiyah mewakili ortom khusus.
“Alhamdulillah, bisa membagi waktu karena punya hak pilih di Tanwir serta Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah,” kata Shoimah yang menetap di kampung Bugisan, Kasihan, Bantul.
BACA JUGA: Datangi Cianjur, Bank Mandiri Gelontor Bantuan bagi Korban Gempa
Sejarah mencatat, Shoimah ikut berperan dalam muktamar tahun 1985 hingga tahun 2022.
Perempuan yang dikenal sebagai guru mata pelajaran sejarah Islam di perguruan Muhammadiyah Yogyakarta ini menjadi peserta muktamar selama 5 periode dalam waktu 37 tahun.
“Tidak terasa. Waktu demikian cepat berlalu. Saya sudah tidak lagi muda,” ujar Shoimah.
Itulah sebabnya, pada muktamar Aisyiyah di Solo, Shoimah memilih mengisi lembar formulir “tak sanggup”.
Bukan karena usianya sudah 76 tahun. Tapi, menyadari harus ikhlas memberi peluang kepada kader-kader muda yang potensial.
Kata Shoimah, Aisyiyah sebagai gerakan muslimah berkemajuan akan menghadapi berbagai tantangan.
Aisyiyah harus dipimpin sosok yang sanggup lari kencang 3 kali lipat dari kepemimpinan sekarang.
“Semoga Aisyiyah tetap terdepan dalam gerakan keagamaan, sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan universal,” katanya berharap. (*)