YOGYAKARTA, ZonaJogja.Com – Ada kabar gembira bagi para pria yang telah beristeri. Suami dimungkinkan mengambil cuti untuk mendampingi isteri yang melahirkan.
Hak suami cuti untuk mendampingi isteri tercantum dalam pasal 6 ayat (2) Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).
Pasal ini menyebutkan, suami berhak mendapatkan cuti paling lama 40 hari untuk pendampingan isteri yang melahirkan.
Juga bisa mengambil cuti 7 hari untuk pendampingan isteri yang mengalami keguguran.
“Ini gagasan baru pengaturan cuti suami dalam RUU KIA. Menarik untuk didiskusikan secara mendalam,” kata Kepala Pusat Studi Gender Universitas Islam Indonesia (UII), Dr Trias Setiawati MSi pada diskusi di Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (14/12/2022).
BACA JUGA: NPCI Sosialisasi di SLB Yaketunis, Pelajar Mengelus-Elus Wajah Atlet Angkat Berat
Tria yang juga sekretaris Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil DIY ini menambahkan, rancangan peraturan hak cuti suami juga dilengkapi usulan cuti suami bisa diperpanjang secara kondisional.
“Hak cuti bagi suami untuk mendampingi isteri melahirkan atau keguguran tersebut diharapkan dapat membantu isteri,” ujarnya.
Seperti diketahui, hak cuti isteri melahirkan hanya melekat pada UU Nomor 13/2003 tentang Tenaga Kerja.
Masa cuti berlaku selama tiga bulan. Sementara dalam RUU KIA ditegaskan tentang hak cuti bagi isteri dan suami.
Hak cuti melahirkan berlaku dua kali lipat, dari tiga bulan menjadi enam bulan.
RUU KIA Pasal 4 ayat (2) menyebutkan cuti bagi ibu melahirkan menjadi enam bulan.
Pada pasal yang sama disebutkan ibu yang bekerja mengalami keguguran berhak mendapatkan waktu istirahat selama satu setengah bulan.
BACA JUGA: Menikmati Bingkai Lima Pelukis Senior l oleh: Rakhmat Supriyono
Latar belakang usulan hak cuti ibu melahirkan dan suami mendampingi isteri melahirkan berkaitan angka kematian ibu (AKI).
Ditambah persoalan tingkat stunting yang dialami anak-anak di tanah air.
Litbang Kemenkes membeberkan AKI tahun 2015 sebanyak 305 per 100 ribu kelahiran hidup. Tahun 2021 turun menjadi 300.
Pemerintah menargetkan penurunan AKI hingga di angka 183.
Pada tahun 2016, prevalensi stunting 27,5 persen. Tahun 2019 terjadi penurunan sekitar 0,7 persen per tahun.
Namun pemerintah masih optimistis sesuai target RPJMN 2024 sebesar 14 persen. (*)