Tutup
Opini

Saatnya Yogyakarta Peduli Menjadi Destinasi Wisata Religi l oleh: Drs H Taufik Ridwan

532
×

Saatnya Yogyakarta Peduli Menjadi Destinasi Wisata Religi l oleh: Drs H Taufik Ridwan

Sebarkan artikel ini
KOLABORASI: Ketua DPD PPHI DIY Taufik Ridwan (batik merah) bersama Penasehat PPHI Dr dr Sagiran. (ist)

SEBAGAI warga Yogyakarta, khususnya pelaku industri bisnis pariwisata kita bersyukur akan diselenggarakan Asean Tourism Forum (ATF) di JEC 2-6 Februari 2023. Saatnya semua destinasi wisata lebih semangat berbenah dan bertahan untuk selalu menarik wisatawan.

Wisatawan akan menjadi “tuman” kalau di tempat wisata memiliki banyak kesan dan nilai positif. Dimulai dari para petugas dalam penyambutan dengan ikhlas dan riang gembira, ramah dan entengan walau sekedar diminta motret.

Advertisiment
Scroll ke bawah untuk berita selengkapnya

Lokasi yang bersih, kamar mandi yang bersih dan wangi dan yang tidak kalah adalah keberadaan masjid atau mushola yg bagus, bersih dan menyenangkan. Tempat sholat di setiap pariwisata harus ada dan menyenangkan.

Ini bisa diprogram oleh Pokdarwis atau pengelola, juga menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk mewujudkannya.

Ketika  destinasi wisata menarik dan tumbuh menjadi pilihan semua komunitas masyarakat maka otomatis menghidupkan UMKM dan bisnis di lokasi wisata dan otomatis akan ikut mengentaskan kemiskinan.

BACA JUGA: Dua Perempuan Ini Ngehits di Platinum Hotel & Conference, Siapa Mereka?

Kan lucu, wisatanya hidup dan ramai –dengan padatnya wisatawan menjejali Yogyakarta — kok tidak berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Seharusnya kuantitas kunjungan wisatawan berdampak pada kualitas hidup masyarakat.

Kemudian sifat “mengalah” warga Jogja untuk tidak keluar rumah saat Jogja penuh wisatawan, seharusnya diperhatikan oleh pemerintah  Misalnya, dengan kompensasi kebaikan. Wujudnya banyak cara. Perlu dikaji lebih mendalam lewat riset oleh Perguruan Tinggi. Bagaimana kondisi masyarakat ketika “takut” dengan keramaian, kemacetan dan tertekan.

Saat ini banyak orang yang penasaran untuk datang ke Solo karena ada Masjid Al Sayed yang megah dan luas. Ini menjadi pengingat kita bahwa keberadaan masjid yang megah, dikelola secara profesional dan welcome kepada semua pendatang akan menjadi penarik wisatawan untuk datang.

Keberadaan masjid di Yogyakarta yang megah dan bisa memiliki peran sebagaimana masjid Jogokariyan Yogyakarta—sangat dibutuhkan dan diperbanyak.

Saat ini harus ada penyadaran para pengelola masjid atau takmir untuk mau menjadikan masjid sebagai destinasi wisata rohani. Bahkan di setiap masjid bisa dihidupkan kegiatan bisnis atau koperasi yang profesional dan menjadi partner UMKM.

BACA JUGA: Platinum Hotel & Conference Center, Tempat yang Nyaman dan Menyenangkan

Yogyakarta perlu juga dibangun destinasi wisata religi berbasis makam atau kuburan. Sebagai contoh, di komplek kampus Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta di Jl Ringroad Selatan telah dibangun Museum Muhammadiyah yang megah dan sangat modern. Ini menantang wisatawan untuk memahami perkembangan dakwah Islam.

Nah, tidak jauh dari komplek kampus UAD ada makam pendiri Muhammadiyah KHA Ahmad Dahlan, yakni di Karangkajen. Ziarah ke makam bagi seorang muslim itu disunahkan.

Maka kalau misalnya makam Kyai Ahmad Dahlan itu dikemas dan dikelola menjadi destinasi wisata ziarah, barangkali menjadi menarik dan perlu dipraktekkan. Tetapi bagaimana tata cara dan etika berziarah sesuai sunnah rasul, harus ditata dan dijadikan aturan bagi wisatawan ziarah.

Sungguh menarik andaikan jutaan warga Muhammadiyah khususnya, dan kaum muslim di seluruh dunia berziarah kepada pendiri Muhammadiyah dan sekaligus melihat hasil-hasil ikhtiarnya almarhum.

Ziarah makam yg sesuai tuntutan Rasulullah menarik diadakan dan diperbanyak di Yogyakarta.

BACA JUGA: Persiapan Sudah 100 Persen, ATF Siap Digelar, Kemenparekraf Bawa 40 Pelaku Ekonomi

Yogyakarta harus menjadi kota yang penuh berkah. Di antaranya banyak makanan ya ng halal dan berkah. Adanya penjual makanan dengan menu daging anjing dan babi harus diperjelas keberadaan dan lokasinya.

Pemerintah harus mau menertibkan dengan zonasi atau memaksa kepada para penjualnya untuk transparan. Misalnya penjual tongseng anjing tidak boleh menamakan dengan tongseng jamu, juga babi tidak boleh menggunakan istilah B2. Dengan demikian para calon pembeli mendapat informasi yang jelas.

PPHI DIY sangat membuka kesempatan kerjasama dengan banyak UMKM agar mendapatkan sertifikat halal untuk produknya. Pengakuan halal atas produk tertentu pastilah memberi manfaat dan akan mendongkrak pada penjualannya. UMKM Pemilik  produk halal pasti akan mendongkrak kepada keberkahan dan kehidupan lebih baik.

Pariwisata halal harus bisa menjawab tentang bagaimana mengentaskan kemiskinan. Dimulai dari produk-produk yang disajikan kepada masyarakat, jelas sertifikasi kehalalannya, diinformasikan terbuka kepada masyarakat, hingga muncul keyakinan konsumen untuk membeli dan menikmatinya. (*)

Penulis adalah

  • Ketua PPHI DIY
  • Ketua JSM DIY
  • Anggota Dewan Pertimbangan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY