YOGYAKARTA – Muhammadiyah COVID-19 Command Center (MCCC) PP Muhammadiyah meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah menerapkan kembali kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Paling tidak untuk seluruh provinsi di pulau Jawa selama minimal tiga minggu. Kebijakan ini disertai penegakan hukum yang tidak tebang pilih, penindakan tegas kepada para penyebar informasi yang menyesatkan, dan jaminan sosial bagi warga terdampak secara ekonomi selama PSBB diberlakukan.
Pemerintah harus menjamin ketersediaan fasillitas layanan kesehatan untuk pasien COVID-19. Yakni, memastikan ketersediaan ruang perawatan di fasyankes, fasilitas isolasi pasien OTG di luar fasyankes.
Lalu, jaminan ketersediaan perangkat medis, alat pengaman diri, pasokan oksigen medis dan obat-obatan yang diperlukan.
“Pendirian rumah sakit darurat di berbagai daerah di Jawa mendesak dilakukan untuk merespon banyaknya rumah sakit yang tidak mampu menerima pasien COVID-19 karena penuh,” Ketua Agus Samsudin dan Sekretaris Arif Nur Kholis dalam siaran pers, kemarin.
BACA JUGA: Dukung PPKM Micro, Heha Sky View dan HeHa Ocean View Tutup
Pemerintah bersama tokoh masyarakat, tokoh agama, ilmuwan dan media bersatu menggerakkan solidaritas sosial bagi warga terdampak ekonomi kebijakan pembatasan mobilitas yang dilakukan.
Menggerakkan ketaatan masyarakat terhadap penerapan protokol kesehatan. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengikuti vaksinasi, dan meredam beredarnya informasi menyesatkan di kalangan masyarakat.
Agus mengatakan, peningkatan jumlah kasus secara tajam mengakibatkan risiko kolapsnya fasilitas layanan kesehatan di Indonesia karena kurangnya ruang perawatan pasien COVID-19.
Kurangnya jumlah tenaga kesehatan, kurangnya suplai oksigen, alat pengaman diri (APD) dan obat-obatan yang diperlukan.
BACA JUGA: Pemkot Yogyakarta Buka MPP, Layanan Makin Cepat
Keterbatasan fasilitas isolasi mandiri mengakibatkan banyaknya angka kunjungan ke rumah sakit, sekaligus menyebabkan rumah sakit tidak mampu menampung dan merawat pasien secara optimal.
Banyak pasien harus menunggu di IGD. Bahkan banyak pasien yang tidak bisa mendapat perawatan di rumah sakit karena tidak ada tempat.
“Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ini adalah masuknya ke Indonesia varian alpha, beta, dan delta dengan tingkat penularan yang sangat tinggi,” ungkap Agus. (*/asa)