Opini

Privatisasi Ruang Publik Memicu Aksi Klithih? | oleh: Puji Qomariyah SSos MSi

563
×

Privatisasi Ruang Publik Memicu Aksi Klithih? | oleh: Puji Qomariyah SSos MSi

Sebarkan artikel ini
PUJI QOMARIYAH

KEBRUTALAN anak-anak muda yang mengakibatkan jatuhnya korban telah berkali-kali terjadi di DIY. Aksi klitih ini menjadi keprihatinan banyak pihak. Mengapa klitih masih terjadi?

Aksi kekerasan yang dilakukan anak muda yang dikenal sebagai geng atau kelompok klithih  di Yogyakarta sebagai efek keterbatasan ruang publik yang gratis.

Advertisiment
Scroll ke bawah untuk berita selengkapnya

Aksi klithih adalah bentuk kekalahan masyarakat terhadap kapitalisme. Mengapa? Karena hampir seluruh ruang publik menjadi area privat.

Warga tidak memiliki ruang publik untuk  berekspresi. Semua area berbayar jika warga ingin mengakses.

Keterbatasan ruang publik menyulitkan anak anak muda  mengekspresikan diri. Sebagai alternatif ruang berekspresi adalah jalan raya.

Masalahnya, di jalan umum  terjadi interaksi antarberbagai kelompok pemuda dan elemen masyarakat yang memiliki latar belakang berbeda dan beragam.

Jika ruang publik yang bebas diakses tersebar di banyak tempat, maka para kawula muda bisa leluasa mengekspresikan diri secara beradab di dalamnya.

Masyarakat yang kehilangan ruang publik menjadi agresif karena tidak bisa menyalurkan bakat. Ini menjadi tanda tentang kekalahan masyarakat terhadap kapitalisasi ruang publik.

Bentuk kekalahan masyarakat terlihat pada ketidakmampuan mempertahankan atau menyisakan ruang terbuka untuk ruang berekspresi bagi generasi muda.

Ketika warga kehilangan ruang publik, kecenderungan mereka akan melakukan aksi sporadis dan berperilaku agresif. Sementara respon warga atas perilaku dimaskud sangat terbatas.

Sebagai solusi, pemerintah daerah harus menyediakan banyak ruang publik, yang memungkinkan para kawula muda mengakses secara gratis.

Kehadiran pemerintah daerah sangat diperlukan untuk memainkan peran yang signifikan dalam mengatasi klithih dan pendekaan apa yang perlu diterapkan.

Pemerintah daerah perlu menyedikan fasilitas ruang publik yang bebas akses. Langkah demikian sebagai perlawanan dan antitesa terhadap kapitalisasi ruang sekaligus menghadirkan ruang untuk publik.

Karakteristik lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia. Semakin kapitalis suatu lingkungan, maka semakin materialistis dan individulistis warganya. Bahkan menjadi egoistis.

Dari lingkungan egoistis dan tidak memiliki ruang publik klithih makin leluasa muncur dan melakukan aksi tidak menusiawi. (*)

Penulis adalah Wakil Rektor III Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta