SLEMAN, ZonaJogja.Com – Perilaku anak hiperaktif perlu diwaspadai. Pasalnya, perilaku itu dapat merugikan anak.
Hiperaktif menyebabkan anak sulit konsentrasi, sehingga berisiko tinggi mengalami kegagalan dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.
Hiperaktif juga berisiko membuat anak gagal mempertahankan pertemanan dan melakukan hubungan sosial.
“Hiperaktif dapat mengganggu tumbuh kembang anak,” ujar Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM, dr Ristantio MKes SpA dalam talkshow Anak Terlindungi, Indonesia Maju melalui kanal Youtube Rumah Sakit Akademik UGM, 27 Juli lalu.
Namun, anak yang tidak bisa diam belum tentu hiperaktif. Perilaku gerak dinamis belum tentu menandakan hiperaktif.
Tetapi, justru menunjukkan perilaku aktif. Ini normal.
“Karena perilaku anak-anak memang seharusnyai berlari kesana kemari. Malah ketika si anak hanya diam, orang tua harus waspada,” kata Ristanto.
BACA JUGA:
- Hubungi Petugas, Warga Minta Tolong Turunkan Kucing
- Soal Efektifitas Ganja sebagai Obat, Ketua ICMI DIY Berpendapat Begini
- Afnan Hadikusumo: Tapak Suci Harus Jadi Katalisator Persatuan Bangsa
Anak yang diam itu bisa karena kurang hormon tiroid atau terkena anemia.
Kata Ristianto, memang sulit membedakan anak aktif dan hiperaktif. Bagaimana cara membedakan?
Ada kata kunci yang membedakan. Anak-anak hiperaktif cenderung merusak, sedangkan anak aktif, tidak.
“Ini adalah cara “kasar” mencurigai hiperaktif. Ini hanya terjadi pada sebagian kecil. Sebagain besar bocah berlarian ke sana ke mari itu masih normal, karena memang harus seperti itu,” ujarnya.
Contohnya, saat anak hiperaktif mendapati gelas atas meja, dia malah sengaja menyenggol agar jatuh dan pecah.
Sedangkan anak aktif yang menyenggol benda tertentu akan kaget, terdiam, dan merasa bersalah.
(nik)