SLEMAN, ZonaJogja.Com – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan menunda Pemilu 2024 dianggap keliru.
Seharusnya gugatan terkait dengan pemilu harus diselesaikan dalam prosedur yang ditetapkan dalam penyelesaian pelanggaran, sengketa proses, sengketa hasil, dan pidana pemilu.
Tidak boleh masuk pengadilan umum atau peradilan lain.
“Putusan ini berpotensi melanggar konstitusi. Sebab Pasal 22E UUD secara tegas menyatakan pemilu harus dilakukan 5 tahun sekali,” kata Dosen Departemen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum UGM, Dr Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu SH LLM di UGM (7/3/2023).
Seharusnya semua sengketa dalam penyelenggaraan pemilu diperlakukan khusus. Kekhususan ini karena batasan waktu untuk melaksanakan pemilu.
BACA JUGA: Jalan Patuk – Dlingo Rusak Parah, Sering Bikin Pengendara Jatuh
Undang Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sangat jelas menyebutkan seluruh sengketa atau pelanggaran penyelenggaraan pemilu diatur secara khusus.
Andi mengatakan, Bawaslu seharusnya menindak KPU dengan tidak melaksanakan putusan secara penuh.
Sengketa antar KPU dan Bawaslu bisa diselesaikan di DKPP.
“Semua hal terkait pemilu dilarang diajukan ke peradilan selain yang ditentukan dalam UU Pemilu,” tandas Andi.
Bawaslu harus cermat mengawasi setiap putusan yang dikeluarkan. Jika tidak, gugatan seperti dalam kasus Partai Prima selalu menjadi kendala dalam proses pelaksanaan pemilu.
Kata Andi, permasalahan gugatan mengenai perbuatan melawan hukum di bidang tindakan pemerintahan merupakan kewenangan PTUN. Bukan pengadilan negeri. (*)