JAKARTA, ZonaJogja.Com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengupayakan pencegahan potensi korupsi di lembaga pendidikan.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, beberapa kasus korupsi dalam penerimaan mahasiswa baru (PMB) beberapa tahun terakhir menjadi penanda rentannya tata kelola perguruan tinggi di Indonesia.
“Yang ingin kami lakukan adalah membangun tata kelola yang baik. Kuncinya transparan, sehingga kepercayaan publik tinggi. Risiko korupsi bisa ditekan,” kata Pahala seperti dilansir kpk.go.id (17/5/2023).
BERITA LAIN: Suka Lari? Ikuti Ambarrukmo Volcano Run, Digelar 28 Mei
Pahala melihat sumber daya perguruan tinggi yang berpotensi masuk ke dunia kerja rentan terjadi penyuapan dan gratifikasi.
KPK menemukan permasalahan. Pertama, ketidakpatuhan PTN terhadap kuota penerimaan mahasiswa, khususnya jalur mandiri.
Kedua, mahasiswa yang diterima pada jalur mandiri tidak sesuai kriteria yang ditetapkan PTN. Yakni, menyangkut ranking dan kriteria lain.
Ketiga, praktik penentuan kelulusan sentralistik oleh rektor cenderung tidak akuntabel.
Keempat, besarnya sumbangan pengembangan institusi (SPI) sebagai penentu kelulusan.
Kelima, tidak transparan dan akuntabel praktik alokasi “bina lingkungan” dalam penerimaan mahasiswa baru.
Keenam, ketidakvalidan pangkalan data pendidikan tinggi, sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat pengawasan dan dasar pengambilan kebijakan.
BERITA LAIN: Tokoh Tokoh Yogyakarta Kumpul di Monumen Diponegoro, Sampaikan 9 Seruan Moral
“Kami masih menemukan disparitas praktik antar-perguruan tinggi yang kita nilai bahaya. Masih ditemukan rektor penentu tunggal afirmasi,” terang Pahala.
Itulah sebabnya, KPK memberi rekomendasi yang diharapkan dapat membantu pengelolaan PMB yang bersih dan bebas korupsi.
Rekomendasi KPK dalam Tata Kelola PMB
- Mewajibkan PTN meningkatkan transparansi pada seleksi jalur mandiri (jumlah kuota penerimaan, kriteria dan mekanisme penilaian, serta afirmasi diumumkan secara detail sebelum seleksi dilaksanakan)
- Menyatakanbesaran SPI tidak menjadi penentu kelulusan. Besaran SPI diterapkan berbasis kemampuan sosial ekonomi keluarga mahasiswa seperti penerapan UKT.
- PTN membangun sistem otomasi dalam penentuan kelulusan PMB (Rektor tidak menjadi penentu tunggal/membangun mekanisme kolektif dalam pengambilan keputusan akhir PMB)
- Dirjen Dikti memberi sanksi administratif yang lebih tegas bagi PTN yang melanggar ketentuan PMB.
- Memperbaiki akurasi dan validitas data PD-DIKTI baik di tingkat PTN maupun nasional serta mendayagunakannya sebagai alat kontrol dan evaluasi pelaksanaan PMB. (*)