ZonaJogja.Com – Sebanyak 31 jurnalis dari 31 media di Indonesia Timur mengikuti pelatihan Cek Fakta Melawan Disinformasi dan Misinformasi Jelang Pemilu 2024.
Mereka berasal dari provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Gorontalo dan Papua Tengah
Pelatihan cek fakta seri Makassar diselenggarakan 14-16 November 2023.
Pelatihan kali ini ini merupakan seri keempat dari lima seri pelatihan yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bekerjasama dengan koalisi Cek Fakta, Mafindo, AJI, serta didukung Google News Initiative.
BERITA LAIN:
- Ratusan Tenant Ikuti MJE#3, Tampilkan Kiai Kanjeng, Pengunjung Disuguhi Kambing Guling
- Anies-Muhaimin Nomor 1, Prabowo-Gibran Nomor 2, Ganjar-Mahfud Nomor 3
Pada hari pertama dan kedua, peserta mengikuti pelatihan produksi prebunking dan debunking.
Peserta memanfaatkan teori dan aneka tools OSINT (Open-Source Intelligence) yang menjadi alat dan standar kerja pemeriksaan cek fakta.
Pada hari ketiga, peserta praktik produksi prebunking dan debunking, serta mengenal gangguan informasi pemilu yang banyak ditemukan pada media sosial.
Termasuk cara memanfaatkan media sosial untuk distribusi konten cek fakta.
Pelatihan dibuka Wakil Ketua Umum AMSI sekaligus CEO KGI Network, Upi Asmaradhana.
Upi mengatakan, pelatihan sangat penting karena memberi bekal teori dan kemampuan teknis memperoduksi pre dan debunking untuk melawan misinformasi dan disinformasi.
BERITA LAIN:
- Danais Biayai Proyek SPAM di Bukit Menoreh, Penduduk jadi Mudah Dapat Air Bersih
- Sponsori Jazz Goes To Campus 2023, LPS Ajak Anak Milenial Simpan Uang di Bank
AMSI menghadirkan dua trainer cek fakta. Yakni Rony Adolf Buol yang juga Pemimpin Redaksi Zona Utara dan Fact Checker Tempo Zainal Abidin.
Sementara materi media sosial dan multimedia production disampaikan jurnalis multimedia yang juga Direktur Eksekutif AMSI, Adi Prasetya.
“Kita perlu mengenalkan media sosial dengan karakteristik dan audien spesifiknya, untuk meluaskan distribusi konten cek fakta,” kata Adi.
Faktanya, berita hoaks, mis dan disinformasi beredar dan direpost di media sosial.
Jadi, jurnalis perlu berada di gelanggang yang sama untuk melakukan prebunking dan debunking melawan persebaran hoaks. (*)