ZonaJogja.Com – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Indonesian Digital Association (IDA) bikin statemen.
Isinya meminta Presiden Joko Widodo mengkaji kembali naskah Rancangan Peraturan Presiden tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme yang Berkualitas.
Ketua Umum AMSI, Wenseslaus Manggut menegaskan substansi perpres seharusnya tidak lepas dari upaya memperbaiki ekosistem jurnalisme di Indonesia.
“Tujuan kita semua adalah menciptakan bisnis media yang sehat dengan konten jurnalisme yang berkualitas,” kata Wens.
Namun, Wens mengingatkan, platform digital juga perlu dilibatkan sebagai pemangku kepentingan ekosistem informasi di Indonesia.
BERITA LAIN: Cepetan Alas Watulawang, Cerita tentang Barisan “Makhluk Halus” saat Kajoran Dikepung
Kebuntuan pembahasan rancangan perpres harus dipecahkan dengan mencari win win solution.
Designation clause bisa menjadi solusi di Indonesia. Designation clause sudah diterapkan dalam media bargaining code di Australia.
Ketua Umum AJI, Indonesia Sasmito menegaskan pentingnya memastikan semua kompensasi dari platform untuk penerbit media benar-benar digunakan untuk membiayai produksi jurnalisme berkualitas.
“Harus ada jaminan peraturan ini berdampak terhadap kesejahteraan jurnalis. Karena itu, penting draf terakhir rancangan perpres dibuka ke publik untuk mendapat masukan dan hasil terbaik,” pinta Sasmito.
Kata dia, sangat penting peraturan dapat diawasi dan ditegakkan badan pelaksana atau komite independen dari kepentingan platform, industri media, maupun pemerintah.
Namun, kewenangan badan pelaksana atau komite harus tunduk kepada Undang-Undang Pers. Tidak mengambil kewenangan dari Dewan Pers.
BERITA LAIN: Sayembara Desain Gedung LPS di IKN, Total Hadiah Rp 400 Juta, Buruan !
Ketua Umum IDA, Dian Gemiano berharap perpres tidak menjadi langkah mundur bagi industri media digital di Indonesia.
“Kami sangat mendukung regulasi untuk memastikan keberlanjutan jurnalisme berkualitas di Indonesia,” ujar Dian.
Namun, pertimbangan dinamika industri saat ini harus dilihat dengan bijak risiko-risiko yang dapat mendisrupsi keberlangsungan bisnis media bila seluruh pemangku kepentingan belum menyepakati rancangan regulasi yang ada.
Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan meminta regulasi ini semata mata untuk menciptakan rasa keadilan bagi seluruh penerbit media, termasuk berskala menengah maupun kecil.
“Sehingga tercipta ekosistem media digital yang sehat, berkualitas, profesional dan mensejahterakan para jurnalisnya,” kata Herik.
Regulasi seharusnya dibuat untuk memastikan media yang memproduksi dan melaksanakan kerja kerja jurnalistik berkualitas dapat terus tumbuh.
BERITA LAIN: Ternyata, Sebagian Pengelolaan Sampah di DIY Sudah Diatensi Danais
Jangan sampai regulasi ini hanya menguntungkan pihak tertentu. Sementara banyak penerbit kecil, lokal, dan independen, juga harus terlindungi.
Seperti diketahui, Google Indonesia merespon rencana penandatanganan Perpres Publishers Rights ini dengan mengeluarka siaran pers tanggal 25 Juli 2023.
Google Indonesia menegaskan rencana tak lagi menayangkan konten berita di platformnya. Aksi serupa pernah dilakukan Google di Australia dan Kanada.
Di Australia, perusahaan teknologi itu akhirnya melunak setelah pemerintah setempat melakukan renegosiasi dengan tawaran win-win solution.
Jika ancaman Google benar-benar dilaksanakan, maka platform mesin pencari Google dan situs agregator video Youtube tidak lagi menayangkan konten yang berasal dari penerbit media di Indonesia.
BERITA LAIN: Khidmat, Kirab Tradisi Jaman Purba di Kebumen, Warga Sembelih Wedus Kendit
Selain kehilangan traffic pembaca, penerbit media juga berpotensi kehilangan pendapatan miliaran rupiah yang selama ini disalurkan perusahaan teknologi raksasa tersebut.
Publik juga bakal kehilangan akses pada informasi penting dan kredibel yang diproduksi redaksi media massa pada periode krusial menjelang Pemilihan Umum 2024.
Itulah sebabnya, AMSI, AJI, IJTI dan IDA meminta Presiden Joko Widodo mengkaji kembali isi Perpres Publishers Rights sesuai prinsip global untuk relasi yang lebih adil antara penerbit media dan korporasi teknologi yang dirumuskan di Johannesburg, Afrika Selatan, pada 14 Juli 2023.
Peraturan Publishers Rights diharapkan tidak hanya mengatur soal kompensasi untuk konten berita. Tapi juga melindungi hak cipta dari penerbit media yang kini terancam mesin kecerdasan buatan (Generative AI). (*)