BERKISAH tentang manusia, banyak cerita yang mewarnai perjalanan hidupnya. Konon, jika diceritakan semuanya, bisa memakan waktu yang panjang dan lama.
Namun jika meresapi dan merenungkan masa kehidupan manusia di dunia ini, terasa sungguh sangat singkat.
Begitu singkatnya, dalam pepatah jawa disebutkan urip mung mampir ngombe, yang mempunyai makna bahwa hidup manusia di dunia ini seperti seseorang yang hanya singgah sebentar untuk sekedar minum. Setelah itu, kehidupan akan ditinggalkan untuk selamanya.
Dalam konteks keislaman, kehidupan di dunia yang fana ini benar-benar hanya sebentar, sehingga harus berhati-hati dalam menyikapi kehidupan di dunia. (QS Al Mu’minun: 114).
Dan ketika saatnya telah tiba, semuanya akan bertemu dengan kematian. Itulah saat yang tidak bisa dimundurkan atau dimajukan dengan alasan apapun (QS. Al A’raf: 34).
BERITA LAIN: Belajar dari Umar Bin Abdul Azis, Penghormatan yang Lebih Baik
Bukan hanya manusia yang mengalami kematian, dalam firmanNya yang lain disebutkan bahwa semua makhluk yang bernyawa akan bertemu dengan kematian. (QS. Ali Imran: 185).
Bagaimanapun tinggi dan luasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dikuasai manusia, semua akan mempunyai keterbatasan waktu. Tingginya ilmu pengetahuan manusia tidak akan mampu menjangkau masa depan.
Canggihnya teknologi tidak akan dapat mengetahui apa yang akan terjadi di hari yang akan datang. Baik tentang dirinya sendiri maupun tentang orang lain.
Bukankah tidak jarang ada informasi seseorang yang baru saja selesai berolah raga, tiba-tiba kurang dari sejam kemudian, ia diberitakan meninggal dunia. Seseorang yang sedang membaca kitab suci, pada saat itu juga tiba-tiba meninggal dunia. Seseorang yang sedang berjoget ria, tiba-tiba jatuh dan meninggal dunia di tempat.
Itulah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa kematian bisa datang tiba-tiba, tanpa pemeritahuan sebelumnya.
Begitu tiba batas umur seseorang, tidak ada yang dapat memperhitungkannya, semua akan ditinggalkan. Berpisah dengan keluarga yang disayangi, berpisah dengan istri/suami dan anak-anak yang dicintai.
BERITA LAIN: Literasi Digital Wajib Dimiliki Semua Kalangan, Tujuannya untuk Ini
Berpisah dengan harta, kedudukan, pangkat yang membanggakan, dan lain sebagainya. Itulah gambaran yang akan terjadi bila kematian telah datang, tidak seorang pun bisa menghindar dari kematian, walau bersembunyi di dalam istana yang kokoh (QS. An Nisaa: 78).
Karena itu, keselamatan diri pada akhir kehidupannya di dunia, menjadi hal yang sangat penting dan pantas untuk dijadikannya sebagai pusat perhatian dalam mempersiapkan diri serta mengumpulkan bekal menghadapi hari yang kekal abadi itu.
Dunia sebagai tempat persinggahan sementara dan sebagai ladang akhirat, tempat mengumpulkan bekal untuk menempuh perjalanan menuju negeri yang kekal abadi itu, harus dimaksimalkan sedemikian rupa.
Bagi seseorang yang mengumpulkan bekal yang cukup, maka dengan izin Allah SWT ia akan sampai tujuan dengan selamat, dan seseorang yang memiliki perbekalan yang kurang, maka dia tidak akan bisa sampai pada tujuan.
Ibnu Umar ra pernah mengatakan, “Jika engkau berada di sore hari, janganlah menunggu pagi hari. Dan jika engkau berada di pagi hari, janganlah menunggu sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu.” (HR.Bukhori).
Lantas perbekalan apa yang harus dipersiapkan jika waktunya tiba, untuk melanjutkan perjalanan mengarungi kehidupan akhirat yang kekal abadi ?
BERITA LAIN: Berkah Undang Undang Keistimewaan DIY, Seniman Makin Gairah Berkesenian
Dalam Al Qur’an dinyatakan bahwa bekal yang paling baik untuk menjalani kehidupan akhirat ialah takwa (QS. Al Mu’minun: 114).
Sejalan dengan itu, Imam Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Uluumi Wal Hikam mengatakan bahwa sebaik-baik bekal untuk perjalanan ke akhirat adalah takwa, yang berarti menjadikan pelindung antara diri seorang hamba dengan siksaan dan kemurkaan Allah Azza wa Jalla yang dikhawatirkan akan menimpanya, yaitu (dengan) melakukan ketaatan dan menjauhi perbuatan maksiat kepada-Nya.
Tentulah bekal yang harus dimiliki untuk hidup di sana jauh lebih banyak lagi. Karena itu, sudah seharusnya sisa umur yang ada, harus bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya agar menjadi bekal di kehidupan akhirat kelak.
Ketakwaan adalah bekal utama seorang muslim secara umum yang wajib diusahakan setiap saat, dan ketakwaan membutuhkan amalan nyata dari setiap anggota tubuh.
Bagi yang memiliki harta, mempersiapkan bekal akhirat dengan banyak bersedekah semisal membantu fakir miskin, anak-anak yatim dan orang yang terkena musibah.
Dapat juga digunakan untuk membantu pembangunan rumah ibadah, madrasah, rumah sakit, dan sebagainya.
BERITA LAIN: Nasabah Mengaku Lega Setelah Mengetahui Peran LPS
Bagi mereka yang memiliki ilmu, mempersiapkan bekal akhirat dengan mengamalkan ilmu yang dimilikinya untuk kesejahteraan orang banyak.
Sedang bagi mereka yang memiliki jabatan dan kekuasaan, mempersiapkan bekal untuk akhirat dengan jabatan dan kekuasaan yang digunakan demi melindungi kepentingan rakyat.
Karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.
Waktu telah berjalan begitu cepat, ia berlalu begitu saja dengan tidak menunggu apa dan siapa yang menyia-nyiakannya. Tanpa terasa, perjalanan hidup sudah semakin jauh, sementara umur setiap hari terus berkurang.
Bagi orang-orang yang berbekal takwa, ia akan merasakan manfaat dari ketakwaannya itu. Tidak ada yang sia-sia bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Pemelihara langit dan bumi beserta apa yang ada di dalamnya.
Takwa bukan hanya sebagai bekal menempuh perjalanan akhirat, di dunia pun bagi orang yang bertakwa Allah SWT akan memberikan imbalan: akan dibukakan pintu-pintu keberkahan langit dan bumi, akan diberikan kemudahan dalam setiap urusan, akan diberikan rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka, dan sebagainya. (*)
Penulis: Dandung Nurhono
(Pemerhati masalah sosial. Pernah bekerja di BATAN. Tinggal di Bandung, Jawa Barat)