tutup
Opini

Belajar dari Umar Bin Abdul Azis, Penghormatan yang Lebih Baik

794
×

Belajar dari Umar Bin Abdul Azis, Penghormatan yang Lebih Baik

Sebarkan artikel ini
TENTRAM: Umat Islam berserah diri kepada Allah SWT di masjid. (dok. pribadi)

BAGI kebanyakan orang tua, memiliki anak dengan kemampuan finansial lebih, biasanya senang dan bangga. Lain dengan Umar bin Abdul Azis, bukan gembira yang ia rasakan, namun sebaliknya, ia amat sedih bercampur geram.

Alkisah, Umar bin Abdul Azis menerima kabar, bahwa salah satu putranya telah membeli permata yang mahal. Lantas beliau segera menulis surat untuk putranya itu, yang isinya demikian:

“Aku dengar kamu membeli sebutir permata seharga 1000 dirham, jika surat ini sampai di tanganmu, segera jual permata itu dan berilah makan 1000 orang miskin. Lalu buatlah cincin dari besi seharga tidak lebih dari 2 dirham. Tulis di atas cincin itu: “Allah mengasihi orang yang tahu harga dirinya yang sebenarnya”.

BERITA LAIN:4.387 Orang jadi Calon Mahasiswa UGM Lewat Jalur UM-CBT, Selamat Ya….

Pesan moral yang dapat di ambil dari kisah tersebut, bahwa nilai seseorang tidak diukur dari mahalnya perhiasan, kuatnya kemampuan finansial, atau tingkat strata sosialnya. Tapi lebih pada ukuran harga diri yang sebenarnya.

Harga diri berkaitan dengan sistem nilai, sehingga nilai sangat menentukan kepribadian seseorang.  Secara nyata perbandingan sistem nilai itu pernah diungkapkan oleh Rasulullah SAW: “Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”.

Di sini perlu dipahami, bahwa tangan di atas menunjukkan nilai yang lebih positif dibandingkan tangan yang berada di bawah.

Sebab tangan di atas akan mendidik seseorang mampu tegak atas dirinya sendiri, serta mempunyai kekuatan untuk memberi. Dia merdeka, bebas bergerak ke segala arah, tapi tidak liar. Tidak terikat, dan tidak tergantung pada pihak lain, dan yang pasti harga diri tetap terpelihara.

BERITA LAIN: 36 Pelamar Tenaga Enumerator Lolos Seleksi Administrasi, Hari Ini Tes Wawancara

Sedangkan tangan di bawah akan mendidik seseorang untuk selalu mengharap bantuan dari orang lain, sehingga membentuk bangunan dengan konstruksi yang rapuh.  Ia akan selalu tampil lemah, memelas, dan ringkih. Agar orang lain yang melihatnya mau mengasihani dirinya. Di sini jelas harga dirinya tergadai dengan rasa iba orang lain.

Al Qur’an menggambarkan orang yang merdeka dengan keadaan yang damai, tenang, tidak ada kekhawatiran, tidak bersedih hati, dan sebagainya.  Semua istilah itu terangkum dalam satu kata salam (keselamatan), tentu keselamatan yang bersifat langgeng dan tidak semu.

Itu sebabnya keselamatan harus diperjuangkan dengan perjuangan panjang yang tanpa pamrih dan kontinyu. Artinya harus istiqamah berjuang di jalan Allah SWT, Yang Maha Salam. Karena itu, setidaknya umat Islam disuruh untuk selalu mengucapkan salam dengan sesama muslim lainnya.

Tradisi mengucap salam mulanya diajarkan Allah SWT melalui malaikat-malaikat yang datang kepada Nabi Ibrahim as. dengan berkata: “Salaman”, beliau menjawab: “Salamun” (selamatlah).

BERITA LAIN: Sultan Minta Semua yang Terlibat Penyalahgunaan TKD Wajib Diperiksa, Termasuk Pejabat

Hal itu diabadikan dalam firman-Nya; “Sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: ‘Salaman’ (selamat).  Ibrahim menjawab: ‘Salamun’ (selamatlah).  Tak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang”.  (QS. Huud: 69).

Konteks salaman, bermakna penghormatan, sedang salamun bermakna penghormatan yang lebih baik, yang menyertai penghormatan sebelumnya. Sehingga dalam ayat tersebut diilustrasikan Ibrahim menyertai ucapan salamun dengan jamuan makanan yang lezat.

Ucapan salam yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. ialah as salamu’alaikum.  Kata Nabi SAW. orang yang mengucapkannya memperoleh nilai sepuluh.  Jika ditambah dengan wa rahmatullah nilainya menjadi 20.  Jika ditambah lagi dengan wa barakatuh, nilainya menjadi 30.  (HR Abu Daud dan At Tirmidzi).

Maksud dari sabda Rasulullah SAW, bahwa bersalaman tidak hanya sekedar saling menukar kesetaraan nilai, tetapi harus mampu memberikan nilai yang lebih dari yang diberikan sebelumnya.

“Apabila kamu dihormati dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah SWT. memperhitungkan segala sesuatu”.  (QS. An Nisaa: 86).

BERITA LAINUltah ke-28 Tahun, Telkomsel Siapkan Penghargaan, Ini Calon Penerimanya

Salam atau keselamatan yang didambakan, bukan hanya terbatas bagi diri sendiri, tapi juga orang lain dan lingkungan.  Bukankah Islam harus menjadi rahmatan lil’alamin ?

Ucapan salam kepada diri sendiri sesuai dengan firman Allah dalam QS. An Nuur: 61, sedangkan salam kepada orang lain sesuai dengan firman Nya, pada QS. An Nuur: 27.

Sikap saling mendo’akan dalam salam (keselamatan) menjadi sangat penting, karena menunjukkan satu garis tegas dengan memisahkan batas antara keselamatan dan keterpurukan, rahmat dan laknat.

Menurut Al Ghazali, orang yang selamat artinya dia terbebas dari belenggu kejahatan, baik dari dirinya sendiri maupun kejahatan orang lain.

Salam tidak akan tercipta dalam masyarakat jika anggota masyarakatnya sendiri tidak memiliki sikap salam.  Nabi SAW. bersabda, “ad din al mu’amalah”, agama itu interaksi.  Maksud beliau, bahwa kualitas diri seseorang diukur dengan interaksinya. Dapat dikatakan bahwa substansi keberagamaan seseorang itu dapat diukur dari sejauh mana ia berinteraksi dengan Allah SWT, berinteraksi dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia lainnya, serta berinteraksi dengan alam serta lingungan.

BERITA LAIN: Rakernas Apeksi Bahas Politik Pembangunan, Diapresiasi Penjabat Walikota Yogyakarta

Kita paham, bahwa din yang diridho’i Allah hanyalah Islam. Islam sendiri mempunyai makna salam dengan pemahaman arti tunduk, patuh, selamat, sejahtera, dan damai.  Dengan sangat jelas agama Islam mengajarkan umatnya untuk selalu menegakkan perdamaian bukan perpecahan, sehingga terjalin persaudaraan.

Seseorang yang berinteraksi dalam wilayah yang penuh rasa cinta, akan tercipta keharmonisan rasa dengan penuh kasih sayang.  Seseorang yang berinteraksi dengan orang yang membenci, bakal mudah tercipta konflik dan dendam yang membara.  Seseorang yang berinteraksi dengan cara yang ma’ruf akan mendatangkan keselamatan yang berkepanjangan.

Perlu digaris bawahi kembali, bahwa salam yang diajarkan Islam ialah salam yang mendatangkan rahmat Allah SWT. Salam hendaknya bisa dimanfaatkan untuk menjembatani dan menyelesaikan konflik dan berbagai permasalahan yang terjadi di sekitar kita.

BERITA LAIN: Festival Layang Layang Nasional di Parangkusumo, Ada Anoman Setinggi 15 Meter, Naga Sepanjang 60 Meter

Untuk itu perlu kita cermati bersama firman Allah SWT, “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al Furqan: 63).

Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya menyebutkan, Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu adalah mereka yang mempunyai ciri-ciri bersikap rendah hati di dunia ini. Apabila berjalan di muka bumi, mereka selalu berjalan dengan tenang. Demikian pula dalam segala amal perbuatan. Jika mereka dicaci oleh orang-orang musyrik yang jahil, mereka membiarkannya dan mengatakan kepada mereka, “Kami tidak ada urusan dengan kalian, bahkan kami berdoa untuk keselamatan kalian.” (*)

Penulis: Dandung Nurhono

(Pemerhati masalah sosial. Pernah bekerja di BATAN. Tinggal di Antapani, Bandung)