JAKARTA – Setelah 18 bulan tutup, UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia mendorong semua sekolah di seluruh Indonesia dibuka kembali. Pembelajaran tatap muka (PTM) dilanjutkan bagi semua anak sesegera mungkin.
Lebih 60 juta murid di Indonesia terdampak penutupan sekolah yang dilakukan sejak Maret 2020. Saat ini, baru 39 persen sekolah yang telah kembali dibuka dan menyelenggarakan PTM secara terbatas sejak 6 September 2021.
Saat membuka sekolah, kali pertama yang perlu diperhatikan adalah cara menerapkan protokol kesehatan yang esensial. Seperti menjaga jarak minimal satu meter, memastikan siswa dapat mencuci tangan dengan sabun dan air secara teratur.
Namun juga harus diingat, sekolah tidak berada di ruang vakum. Sekolah adalah bagian dari masyarakat.
Dr Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia, mengatakan saat memutuskan membuka sekolah, harus dipastikan penularan di masyarakat tempat sekolah dapat dikendalikan.
Survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI dan UNICEF baru-baru ini menyebutkan 58 persen dari 4.374 puskesmas di 34 provinsi melaporkan kesulitan menyediakan layanan vaksinasi di sekolah.
BACA JUGA: Viral Blast Global Inisiasi Kabupaten Bantul Promosi di Times Square New York
Anak di luar sekolah juga lebih berisiko menjadi korban eksploitasi atau kekerasan fisik, emosional, dan seksual. Indonesia telah mencatat kenaikan yang memprihatinkan dari angka perkawinan usia anak dan kekerasan sejak pandemi bermula.
Di pengadilan agama, permohonan dispensasi nikah naik tiga kali lipat dari 23.126 pada tahun 2019 menjadi 64.211 pada tahun 2020. Pemerintah pusat dan daerah telah melakukan berbagai cara untuk mendukung pembelajaran jarak jauh.
Dalam survei yang dilakukan pada kuartal terakhir tahun 2020 di 34 provinsi dan 247 kabupaten/kota, lebih dari separuh (57,3 persen) rumah tangga dengan anak usia sekolah menyebutkan koneksi internet sebagai kendala utama.
Sekitar seperempat orang tua yang disurvei juga menyatakan tidak memiliki waktu atau kemampuan mendampingi anak melakukan belajar jarak jauh. Sementara tiga dari empat orang tua menyatakan khawatir anak akan mengalami kehilangan kompetensi.
Bagi anak-anak, makna sekolah lebih dari sekadar ruang kelas. Sekolah adalah lingkungan tempat belajar, berteman, mendapatkan rasa aman, dan kesehatan,” kata Perwakilan UNICEF Debora Comini mengatakan semakin lama anak berada di luar sekolah, semakin lama pula terputus dari bentuk-bentuk dukungan penting.
BACA JUGA: Tes Swab Antigen Gratis bagi CPNS Pemkab Sleman, Segera Kunjungi Puskesmas Terdekat
Seiring pelonggaran pembatasan mobilitas karena COVID-19, pembukaan sekolah harus diprioritaskan. Ini dilakukan agar jutaan siswa tidak menanggung kerugian pembelajaran dan potensi diri seumur hidup.
UNICEF dan para mitra menyarankan tiga langkah prioritas:
- Mengadakan program dengan sasaran khusus untuk mengembalikan anak dan remaja ke sekolah dengan aman, tempat mereka dapat mengakses berbagai layanan yang memenuhi kebutuhan belajar, kesehatan, kesejahteraan psikososial, dan kebutuhan lain dari anak.
- Merancang program remedial atau program belajar tambahan untuk membantu murid mengejar pembelajaran yang hilang sambil membantu memahami materi-materi baru.
- Mendukung guru agar dapat mengatasi kehilangan pembelajaran, termasuk melalui teknologi digital. (*/asa)
sumber: Towards a child-focused COVID-19 response and recovery