YOGYAKARTA – Ujang, namanya. Laki-laki ini asli Bandung, Jawa Barat. Sudah lama tinggal di Kota Yogyakarta.
Sehari-harinya berjualan burjo. Pekerjaan ini telah dilakoni sepuluh tahun lebih. Setahun terakhir, Ujang mengaku sedang hidup prihatin.
“Suka atau tidak suka. Siap atau tidak siap, saya harus ikhlas menjalani kehidupan sekarang,” ujar pria yang tinggal di kampung Serangan, Kecamatan Ngampilan.
Pasalnya, pendapatan dari usahanya menjual burjo keliling terus merosot sejak terjadi pandemi virus corona di Indonesia.
Sebelum wabah COVID-19 meluluhlantakan semua sektor kehidupan, Ujang yang berusia 51 tahun ini membawa pulang uang dalam jumlah cukup.
BACA JUGA: Ini Aturan Baru Perjalanan Dalam Negeri Selama PPKM
Uang tersebut bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Termasuk mencukupi biaya sekolah anak-anaknya.
Tapi, kini. Ujang hanya bisa meratapi nasib. Pendapatan terus merosot. Sekadar diketahui, Ujang mulai menyiapkan burjo sejak malam hari.
Sekitar pukul 04.00, Ujang sudah keluar rumah. Rutenya dari kampung Serangan melewati Jalan KHA Dahlan.
Saat adzan subuh berkumandang, Ujang memarkir gerobak di Masjid Attakhim. Lalu, shalat Subuh.
Selanjutnya, pedagang burjo yang dikenal ramah dan suka bercanda ini menuju RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Di tempat ini, Ujang sehari-harinya mengais rejeki.
Burjo racikan Ujang disukai ratusan pelanggan. Mulai warga yang tinggal di wilayah Kecamatan Gondomanan dan Ngampilan, pengendara, pedagang, sopir, ojek sampai tukang becak.
Termasuk keluarga pasien yang sedang dirawat di RS PKU Muhammadiyah.
BACA JUGA: Garebeg Ditiadakan, Keraton Yogyakarta Bikin 3 Ribu Rengginang
“Pagi adalah saat tepat menjual burjo,” kata Ujang memberi alasan.
Itulah sebabnya, Ujang tak menyia-nyiakan waktu pagi. Terutama pukul 05.00 hingga 10.00.
Sekarang, kondisinya telah berubah. Apalagi sejak penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Pendapatannya jatuh. Hari ini saja, sejak keluar rumah pukul 04.00 sampai 07.00, ia hanya mengantongi pemasukan Rp 30 ribu. Atau setara hanya laku enam mangkok.
Tapi, Ujang bukan orang yang memiliki mental putus asa. Ia meyakini, kehidupan yang sedan dijalani sekarang adalah kehendak Tuhan.
Ia juga tak ingin menyalahkan siapa-siapa. Juga tak ingin protes penerapan PPKM, meski terdampak. Meski hidupnya dirundung susah.
“Sebagai wong cilik, saya hanya bisa manut. Saya serahkan semuanya kepada Allah SWT,” ujarnya. (nik/asa)