Kronika

Peneliti UGM Nyatakan Terjadi Kenaikan Kasus COVID-19, Berikut Penjelasannya

147
×

Peneliti UGM Nyatakan Terjadi Kenaikan Kasus COVID-19, Berikut Penjelasannya

Sebarkan artikel ini
KAMPUS BIRU: Universitas Gadjah Mada. (ninik/zonajogja.com)

SLEMAN, ZonaJogja.Com – Peneliti dari FKKMK Universitas Gadjah Mada, dr  Gunadi PhD SpBA menyebutkan  terjadi kenaikan kasus COVID-19 pasca Lebaran.

Dibandingkan  gelombang sebelumnya, kenaikan kali ini terjadi sekitar 30 hari setelah Lebaran.  Ditemukan subvarian BA.4 dan BA.5 di Indonesia.

Advertisiment
Scroll ke bawah untuk berita selengkapnya

“Subvarian Omicron BA4 dan BA5 pertama kali dilaporkan di Indonesia pada 6 Juni 2022 dengan penemuan 4 kasus,” kata Gunadi seperti dilansir ugm.ac.id (16/6/2022).

Kasus terjadi pada laki-laki yang telah divaksin 2 hingga 3, bahkan booster.  Tiga diantaranya terkena subvarian Omicron BA5. Mereka melakukan perjalanan luar negeri Pertemuan Global Platform Disaster Risk Reduction di Bali, 23-28 Mei 2022.

“Mereka tidak bergejala. Hanya satu yang mengeluhkan sakit  tenggorokan dan merasakan badan pegal-pegal,” terang Gunadi.

Subvarian Omicron BA4 dan BA5 memiliki kemungkinan menyebar lebih cepat dibanding BA1 dan BA2.

Subvarian baru ini tidak ada indikasi yang mengakbatkan  kesakitan lebih parah dibanding varian Omicron lain.

Subvarian BA4 dan BA5 memiliki penurunan kemampuan terhadap terapi beberapa jenis antibody monklonal.

Juga memiliki kemungkinan lolos dari perlindungan kekebalan yang disebabkan infeksi varian Omicron.

Kata Gunadi, subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 memiliki banyak mutasi yang sama dengan varian Omicron asli. Namun memiliki lebih banyak kesamaan dengan varian BA.2.

Kedua varian mengandung substitusi asam amino L452R, F486V, dan R493Q dalam spike receptor binding domain dibandingkan dengan BA.2.

Karakteristik varian Omicron rata-rata memiliki tanda-tanda gejala awal seperti batuk (89 persen), fatigue (65 persen), dan hidung tersumbat atau rinore (59 persen).


BACA JUGA:


Gejala lain demam (38 persen), mual atau muntah (22 persen), sesak napas (16 persen), diare (11 persen) dan anosmia atau ageusia 8 (persen).

“Saat ini terdapat sejumlah kecil kasus BA.4 dan BA.5. Karenanya masih terlalu dini untuk mengetahui secara pasti apakah ada gejala baru yang terkait dengan garis keturunan ini,” ujarnya.

Tata laksana farmakologis jika tanpa gejala cukup diberi vitamin C, D, pengobatan suportif, pengobatan komorbid dan komplikasi.

Gejala ringan diberikan vitamin C, D, Favipiravir atau Molnupiravir atau Nirmatrelvir/Ritonavir, pengobatan simtomatis, pengobatan suportif, pengobatan komorbid dan komplikasi.

Gejala sedang diberi vitamin C, D, remdesivir atau alternatifnya: Favipiravir, Molnupiravir, atau Nirmatrelvir/Ritonavir, antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP, pengobatan simtomatis, pengobatan komorbid dan komplikasi.

Gejala berat  atau kritis maka akan diberikan vitamin C, B1, D, remdesivir atau alternatifnya: Favipiravir, Molnupiravir, atau Nirmatrelvir/Ritonavir, kortikosteroid, anti IL-6 (Tocilizumab/Sarilumab), antibiotik (pada suspek koinfeksi bakteri), antikoagulan LMWH/UFH/OAC berdasarkan evaluasi DPJP, tata laksana syok (bila terjadi) dan pengobatan komorbid dan komplikas.

Gunadi menyarankan masyarakat  tetap memakai masker  dalam ruangan, kendaraan umum, kerumunan, dan bila  tidak enak badan.

Juga tidak terburu-buru mencabut kebijakan bermasker. Dan, tetap mematuhi protokol kesehatan.

(aza/asa)