tutup
Profil

Sarjana Matematika Ini Memandikan Ribuan Jenazah, Kisah Hidupnya Inspiratif

598
×

Sarjana Matematika Ini Memandikan Ribuan Jenazah, Kisah Hidupnya Inspiratif

Sebarkan artikel ini
TOTALITAS: Azariani Mujahidin bersama Alfis Khoirul, staf Humas RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. (azam/zonajogja.com)

ZonaJogja.Com – Inilah wanita yang telah memandikan ribuan jenazah. Namanya Azariani Mujahidin yang akrab disapa Yani.

Yani adalah perukti jenazah di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta sejak tahun 2010.

Advertisiment

Wanita kelahiran 1965  ini belajar ilmu memandikan jenazah langsung dari Romlah, ibunya.

Pada tahun 1970an, ibunya dikenal sebagai perukti di rumah sakit yang sama di PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

BERITA LAINTargetnya, 30 Juta UMKM Terhubung ke Ekosistem Digital

KAMAR JENAZAH: Di sini, Yani memandikan dan mengkafani jenazah perempuan. (azam/zonajogja.com)

Saat bertugas memandikan jenazah, ibunya kerap mengajak Yani. Waktu itu, Yani duduk di bangku kelas 3 MTs Yogyakarta.

Yani diajak ibunya sebulan bisa 1 hingga 2 kali. Tapi,  hanya melihat ibunya memandikan jenazah dari tempat duduk.

Yani memperoleh ilmu  memandikan jenazah  secara cuma-cuma dari ibunya.

Hingga akhirnya, Yani mulai praktik langsung. Menemani ibunya memandikan jenazah.

Ia resmi membantu ibunya setelah lulus dari Jurusan Matematika IKIP Yogyakarta (sekarang UNY, red) pada tahun 1990.

“Saat ibu tidak ada teman, saya sering diajak memandikan jenazah,” kenang Yani.

BERITA LAIN: Warga Jetisharjo Buka Tanaman Hias di Bawah Kali Code

Yani tak lagi bisa mengingat berapa banyak jenazah yang telah dimandikan bersama ibunya.

Tahun 2010, ibunya meninggal dunia. Tapi,  meninggalnya Romlah bukan berarti Yani berhenti memandikan jenazah.

Pasalnya,  RS  PKU Muhammadiyah meminta Yuni menggantikan posisi  ibunya.

Sejak 2010 sampai sekarang, Yani menjadi pegawai yang memandikan hingga mengkafani jenazah.

Sehari, isteri dari Dadang Dedianto ini bisa memandikan 3-4 jenazah. Waktunya tidak tentu.

Kadang pagi, siang, sore atau kadang malam.

BERITA LAIN: Kualitas Udara di Kota Yogyakarta Menurun, Warga Diminta Tak Bakar Sampah

“Tergantung panggilan dari rumah sakit. Pokoknya  on call 24 jam,” ujar  wanita yang menjadi pengurus Dikdasmen di Pimpinan Ranting Aisyiyah Ngadiwinatan.

Jenazah yang dimandikan dalam kondisi berbeda-beda. Ada yang meninggal biasa.

Meninggal dunia karena sakit, infeksius, kecelakaan dan meninggal dunia yang tidak ketahuan.

Apapun kondisi jenazah, Yani tetap menjalankan tugas. Ia tidak pernah menolak.

“Kecuali pas saya sakit atau ada acara di luar kota. Saya pamit,” kata ibu dari Anissa Tyas Puspita, Irfan Deni Faturrahman dan Rizky Khairunissa.

Hanya saat pandemi Covid19, Yani mengaku lebih banyak libur.  Jenazah meninggal dunia karena  virus corona ditangani tim khusus.

BERITA LAIN: Mahasiswa UMBY KKN di Semanu, Garap Tempe Berbungkus Daun Awar Awar

SIAP MELAYANI: RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Bagi wanita yang tinggal di Ngadiwinatan, Kemantran Ngampilan ini, perukti adalah ibadah yang menyenangkan.

Ia mendapatkan banyak hikmah dari  memandikan jenazah. Jalan hidup yang dilewati bersama suami dan ketiga anaknya menjadi semakin lurus.

Selalu ada niat dan keinginan terus berbuat baik kepada siapapun. Rajin introspeksi.

“Satu lagi. Setelah memandikan jenazah,  selalu memberi pengingat.  Semua yang dimiliki semasa hidup tidak akan dibawa mati. Kecuali amal jariyah,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca. (*)