Opini

Belajar Menjadi Jawa l oleh: Heru Wahyu Kismoyo

520
×

Belajar Menjadi Jawa l oleh: Heru Wahyu Kismoyo

Sebarkan artikel ini
HERU WAHYU KISMOYO

DURUNG Jawa merupakan kekuatan semiotik untuk menyatakan seseorang belum beradab.

Ketika belum memiliki seperangkat nilai nilai Jawa serta memahami arti makna unggah-ungguh, tata krama, tepa slira, tenggang rasa, duga prayoga, mawas diri, ewuh pekewuh, memiliki harga diri sebagai bagian dari jiwa kepribadian sehari hari, itulah sifat masyarakat Jawa kang kejawi atau kajarwo jiwa jawi (adiluhung).

Advertisiment
Scroll ke bawah untuk berita selengkapnya

Dalam agama, adab mendahului ilmu. Malu adalah bagian dari iman. Begitulah poro sepuh memberi wejangan sebagai berikut.

Ojo namung bisa ngrasakake urip, ananging kudu bisa nguripke rasa.

Suatu ungkapan rasa pangrasa dalam mengelola kecerdasan hati “rahsaning rahsa” yang bersumber pada akal budi dalam memahami setiap peristiwa hidup dari Yang Maha Hidup “sirrur asrar” melalui hati sanubari paling dalam “hati hati  paling dalam” atau ruang komunikasi yg bernama “assirr”.

Karena itu, mewujudkan insan berbudi pekerti luhur melalui dunia pendidikan, Ki Hajar Dewantoro memperkenalkan konsep “Trikon”. Yakni , kontinuitas-konvergensitas-konsentrisitas, dengan “trirasa” olah cipta, rasa, karsa agar melahirkan karya budaya adiluhung.

Konsep di atas merupakan filsafat pendidikan naturalistik yang menekankan anak dididik sesuai kodrat alam. Tumbuh kembang secara alamiah  sesuai fase agar tumbuh sifat-sifat saling asih asah asuh sehingga memenuhi syarat sebagai insan paripurna “wis njawani”.

Konsep perkembangan anak secara psikologis yang menyangkut kecerdasan secara kognitif, afektif, dan psikomotorik dikenal dengan nama Taksonomi Bloom.

Yakni konsep tentang tiga model hierarki yang digunakan untuk mengklasifikasikan perkembangan pendidikan anak secara objektif, menjadi bagian penting dunia pendidikan agar cerdas secara rasional; cerdas secara spiritual, serta cerdas secara kinestikanya.

Karena manusia hakekatnya adalah mahluk multidimensional. Ki Hajar Dewantoro juga memperkenalkan keberhasilan pendidikan sangat dipengaruhi alam lingkungan “milieu”.

Dimana anak tumbuh kembang. Yaitu konsep tripusat pendidikan bertumpu pada alam keluarga, alam pendidikan sekolah, dan alam pendidikan masyarakat yang akan mempengaruhi pembentukan karakter agama, adab dan ilmu pengetahuan.

Motto Ki Hajar Dewantoro yang menarik adalah: “Jadikan setiap orang adalah guru, setiap tempat adalah sekolah”.

Karena pendidikan adalah proses pembelajaran sepanjang hayat, berguru kepada Allah dengan cara membangun dialektika kepada alam semesta raya beserta isinya yang senantiasa bertasbih kepada-Nya.

Termasuk belajar kepada setiap peristiwa yang terjadi sejak penciptaan Nabi Adam hingga Nabi Muhammad sebagi Uswatun Hasanah (sekolah para nabi) untuk dijadikan i’tibar serta diambil hikmahnya.***

  • Penulis adalah pemerhati masalah sosial, pendidikan dan budaya